Bambang Irianto Beri Masukan Pemkot Atasi Banjir Ini Langkahnya
Jum’at, 1 Oktober 2021
Malangpariwara.com –
Antisipasi Banjir, Pemkot Malang Maksimalkan Penangananan Genangan di Sejumlah Titik
Memasuki musim hujan, Pemkot Malang terus berupaya menangani permasalahan banjir yang menjadi momok Kota Malang. Setelah batalnya pembangunan crossing saluran drainase di sepanjang Jalan Soekarno-Hatta (Soehat) akibat keterbatasan anggaran dari Provinsi Jawa Timur, Pemkot Malang pun tak kehabisan ide guna meminimalisir permasalahan banjir yang terjadi di Kota Malang.
Wali Kota Malang Drs. H. Sutiaji mengakui bahwa Kota Malang sendiri memang menjadi daerah rawan bencana, khususnya banjir. Oleh karena itu, berbagai upaya pun terus dilakukan bulai dari inventarisir titik rawan banjir dan genangan air hingga standarisasi bangunan pinggir sungai dilakukan pengoptimalan.
“Kita memang perlu inventarisir. Jadi memang sangat perlu dilakukan secara teknis untuk rehabilitasi dan memaksimalkan pembersihan untuk mengatasi genangan air,” ujar Sutiaji belum lama ini.
Sementara itu, Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan dan Kawasan Pemukiman (DPUPRPKP) Kota Malang Ir. Diah Ayu Kusuma Dewi, ST., MT menjelaskan tentang berbagai titik pemetaan yang saat ini tengah dilakukan pemeliharaan drainase dan pengembangan saluran drainase di gorong-gorong guna pengurangan titik genangan.
“Ada lima titik yang kita kerjakan dan sudah dianggarkan untuk pengurangan titik genangan air sebagai solusi penanganan banjir,” ujar Diah, Rabu (29/9/2021).

Pertama, berada di Jalan Pisang Kipas hingga Jembatan Soehat yang dilakukan penanganan dengan menyudet dari hulu, yakni di saluran pembuangan dengan anggaran Rp500 juta.
“Itu di makam Jalan Vinolia menuju sungai Brantas dan sudetan pada perkampungan Jalan Semanggu menuju sungai Brantas,” ungkapnya.
Kedua, dengan anggaran Rp246 juta telah dilakukan belanja konstruksi pembangunan saluran drainase/gorong-gorong untuk di Jalan Mayjen Sungkono Gang VI.
“Penanganan sudetan ke arah sungai langsung mengurangi genangan di pemukiman yang setiap datang hujan selalu ada genangan. Juga dilakukan normalisasi saluran bertahap sepanjang pemukiman,” katanya.
Ketiga, berada si Jalan Candi 3 yang dilakukan pengerjaan sudetan dari saluran primer irigasi ke sungai metro guna mengurangi debit banjir yang menuju ke Bukit Barisan, Langsep, Bareng dan Bandulan.
“Untuk belanja konstruksi rehabilitasi pengembangan saluran drainase atau gorong-gorongnya sekitar Rp690 juta,” bebernya.
Sementara itu, adapun penanganan genangan yang ada di Jalan Cengkeh menuju Kalpataru dengan anggaran Rp525 juta dan rehabilitasi saluran drainase di Jalan Bogor Terusan Kelurahan Penanggungan dengan anggaran Rp454 juta.
“Yang di Jalan Cengkeh dilakukan rehabilitas untuk memperlambat laju aliran yang terkumpul di sekitaran Jalan Kedawung, karena kontur cekungan di ujung Jalan Kedawung diapit dua sungai. Kalau di Jalan Bogor Terusan kita lakukan sudetan menuju sungai brantas untuk mengurangi genangan di Jalan Veteran, Bogor dan Mayjen Panjaitan,” imbuhnya.
Tak hanya itu, Pemkot Malang melalui DPUPRPKP juga terus melakukan pemantauan melalui Satgas PUPR untuk mengecek setiap kondisi drainase, utamanya dengan memaksimalkan Gerakan Angkat Sampah dan Sedimen (GASS). “Jadi kalau misal hujan, Tim Satgas saya minta keliling terus dan tetap digerakan lagi GASS itu,” pungkasnya.

Terpisah Bambang Irianto Pembina Lingkungan Tingkat Nasional setuju dan sepakat sekali ada beberapa hal masukan untuk Dinas terkait utamanya pemangku kebijakan.
Menurut Bambang Irianto, apa yang akan dilakukan Pemkot sangat penting untuk mempercepat laju ” run off ” atau air permukaan untuk menghindari genangan.
Kemudian Gerakan Menabung Air yang berbasis partisipatif mutlak harus dilakukan. Misalnya pembuatan biopori ( standart, jumbo, super jumbo) harus dilakukan swadaya masyarakat. Adapun sumur resapan harus dilakukan pemerintah kota.
“Jangan seperti sekarang, biopori dianggarkan dalam APBD, maka masyarakat akan menunggu bantuan terus,” sebut manager Glintung Go Green ini.
Apa yang dilakukan pemkot masih berkutat pada NORMALISASI saluran irigasi saja, misalnya ambil sampah di sungai, membuat sudetan, membersihkan gorong2. Langkah ini perlu, penting tapi ingat, sudah 5 th masih berkutat soal ini saja.
Ingat ” CLIMATE CHANGE ” atau PERUBAHAN IKLIM, sering terjadi hujan tidak terlalu lama, tapi intensitas hujan sangat tinggi, maka sebaik apapun langkah normalisasi pasti tidak ada hasilnya. Pengalaman 5 tahun apa tidak cukup untuk kita merubah strategi menghadapi banjir.
Bebera lokasi banjir sebenarnya bukan genangan, tapi laju run off yang cepat dengan debit sangat tinggi dalam kurun waktu beberapa jam. Seperti di Jl. Letjen. Sutoyo, Letjen S Parman dll. Nah pada lokasi seperti ini upaya memperbaiki drainase atau saluran irigasi tidak akan berdampak signifikan dalam mengurangi banjir
Yang harus dilakukan Pemkot Malang melalui dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan dan Kawasan Pemukiman (DPUPRPKP), diantaranya ” Lakukan NATURALISASI saluran air dengan cara penghijauan pada lokasi lokasi yang memungkinkan dan perjetat Tata Ruang dan Tatat Wilayah ( RTRW), jangan sampai ruang terbuka menjadi ruang terbangun. Sesuaikan dengan peruntukannya.
Oleh karena itu saya mengusulkan bebera point antara lain :
Kawasan industri, perdagangan, perkantoran, real estate, rumah sakit, pendidikan, “Wajibkan, sekali lagi wajibkan membuat sumur resapan. Mereka mampu pendanaannya, SDM nya, tapi kenapa tidak dipaksakan? Jangan hanya pemkot dan masyarakat yang bingung ngatasi banjir.
Regulasinya sudah ada atau perlu direvisi, tapi dalam hal ini PENEGAKAN HUKUM sangat lemah. Terakhir ” Quo vadis ” kota Malang, mau dibawa kemana kota Malang dalam menghadapi banjir? Para akademisi sudah banyak memberi usul dan saran. Rakyat teriak dan demo sudah rutin, tapi langkah Pemkota tidak ada yang revolosioner dalam mengurangi dampak banjir. Demikian pendapat saya untuk kesekian kalinya pada Pemkot dan masyarakat kota Malang.
Lakukan koordinasi yang serius dan terus menerus dengan pemkab Malang dan pemkot Batu untuk mengatasi bencana HIDRO METEOROLOGI sampai pada langkah langkah bersama yang kongkrit. Jangan hanya pertemuan pada saat banjir, kemudian tidak ada tindak lanjut.
Kota Malang sudah mendesak membutuhkan ” EMBUNG ” sebagai langkah water management untuk mengelola laju run off. Embung embung buatan Belanda sudah tidak ada lagi di kota Malang, antara lain Gedung KNPI, Gedung Pulosari, Taman Indrokilo di belakang musium dll. Ini tragis, maka jangan kaget dan jangan bingung kalau kota Malang sudah masuk pada tahap daturat banjir. Oleh karen itu perlu dipikirkan membuat embung di berbagai titik. Lihat saja kota Jogja, Bekasi, kota Tangerang, Tangerang Selatan, Palembang sudah banyak membangun embung. Di kota Malang ???
Lakukan sosialisasi secara massif pada semua RW di kota Malang tentang konservasi air sebagai langkah awal mengurangi dampak banjir. Program yang seperti ini pemkot kurang serius, padahal tiap tahun selama 5 th saya selalu mengusulkan ini dan sama dengan pendapat Prof. Dr. Ir. Muh. Bisri, sebagai pencetus Gerakan Menabung Air.
‘Tapi maaf, tidak pernah dihiraukan oleh pemkot. Justru di luar kota banyak yang melakukan konsep saya,” Pungkas Bambang Ir .( Djoko Winahyu )