Rugikan Negara Ratusan Milyar Mantan KC Bank Jatim Cabang Kepanjen di Vonis 10 Tahun

Foto: Kasi Pidsus, Agus Hariyono,SH(Yon)

Jum’at, 11 Maret 2022

Malangpariwara.com- Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Malang akhirnya eksekusi terhadap duaterpidana tindak pidana korupsi pemberian kredit fiktif di Bank Jatim Cabang Kepanjen Tahun 2017 sampai dengan Tahun 2019.

Eksekusi dijatuhkan kepada terpidana Mochamad Ridho Yunianto mantan Kepala Cabang Bank Jatim cabang Kepanjen Kabupaten Malang dan penyedia kredit Edhowin Farisca Riawan. Selain itu akademisi minta aparat penegak hukum Optimalkan pengembalian kerugian yang mencapai ratusan milliar.

Kasi Pidsus, Agus Hariyono,SH membenarkan, pihaknya melakukan eksekusi terhadap dua terpidana yang ikut dalam lingkaran kredit fiktif Bank Jatim. Kedua terpidana tersebut terkena hukuman masing-masing 10 tahun penjara.

“Iya benar kami sudah melakukan eksekusi terhadap dua terpidana atas kasus Kredit fiktif Bank Jatim Kepanjen,” kata Agus, Kamis (10/3/2022).

Menurutnya, eksekusi itu berdasarkan putusan Pengadilan Tinggi Surabaya Nomor 50 Pid.Sus-TPK/2021/PT Sby Jo putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 49/Pid.Sus-TPK/2021/PN Sby.

“Dua terpidana itu adalah Mochamad Ridho Yunianto, mantan pimpinan cabang Bank Jatim Kepanjen dan Edhowin Farisca Riawan sebagai penyedia kredit Bank Jatim Kepanjen dari kasus kredit fiktif ” ungkap Agus.

Hasil dari penyidikan Kejati Jatim, eksekusi ini adalah akhir dari kasus untuk terpidana Mochamad Ridho Yunianto dan Edhowin Farisca Riawan. Namun untuk tersangka lain, Agus menyebut masih dalam proses kasasi.

“Untuk Dwi Budianto dan Andi Pramono selaku debitur Bank Jatim Kepanjen proses kasasi,” tukasnya.

Dua tersangka lain saat ini masih dalam proses banding. Mereka antara lain adalah Candra Febrian dan Abdul Najib.

“Keduanya masih dalam proses banding, karena keberatan atas putusan dari Pengadilan Tinggi Surabaya. Mereka mintanya hukuman seringan-ringannya, tapi publik berkata lain atau masyarakat minta hukuman seberat-beratnya.

Agus menjelaskan untuk keempat orang sisanya akan dieksekusi setelah incracht, dimana dua terpidana yang telah dieksekusi dijatuhi hukuman 10 tahun kurungan penjara. Dengan detail, Mochamad Ridho Yunianto denda sebesar Rp 250.000.000 subsider 3 bulan kurungan dan uang pengganti sebesar Rp 1.022.066.472,17. Sementara terpidana Edhowin Farisca Riawan denda sebesar Rp 250.000.000 subs 3 bulan kurungan dan uang pengganti sebesar Rp 3.483.104.847,60.

Diberitakan sebelumnya, bahwa kasus ini bermula dari kredit macet Bank Jatim Cabang Kepanjen menelan kerugian negara mencapai Rp 179 Miliar.

M. fakhrudin Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Malang, menambahkan, pihak aparat hukum sebenarnya harus mengoptimalkan bagaimana mengembalikan uang kerugian negara sebanding sesuai temuan BPK.”Saya Khawatir ini hanya sekedar Pencucian uang saja,” tegasnya.

Sedangkan, Atta Kordinator Malang Coruption Watch menambahkan, secara umum, bicara korupsi itu bicara modus, pelaku dan kerugian keuangan negara.

Poin ini berhubungan dengan sub sistem selanjutnya yakni penegakkan hukumnya. Jika penjatuhan pidana oleh kejati kepada para pelaku 10 tahun tentu memiliki pertimbangan hukumnya sendiri, tetapi diputuskan secara objektif berdasarkan bukti dan kadar pelanggarannya maka dapat diterima.

Menurutnya, bagaimana mengungkapkan aktor lain sebagai mana di sebutkan dalam berita di atas. Ini salah satu hal penting untuk mendukung upayakan penegakan hukum yang adil dan setara bagi para pihak. Sebab, aktor itu ada yang disebut aktor intelektual, dan eksekutor.

Dari keempat aktor yang berhasil di sidangkan, siapakah aktor intelektual dan eksekutornya? Lalu apakah para pihak yang belum di tindak seperti apa peran mereka.

Menurutnya, korupsi itu sifatnya berkelanjutan dan bertaut temali. Seperti rantai dalam struktur kekuasaan tertentu yang dikendalikan dan dikontrol dalam setiap operasinya. Maka tidak mungkin menyebutkan pemberantasan korupsi sukses sementara pihak lain masih berkeliaran, tentu kita mengapresiasi kinerja APH dalam kasus ini, tetapi jauh lebih maksimal manakala diusut tuntas. Sebab, upaya ini berkaitan erat dengan pembangunan kembali iklim organisasi (Bank Jatim).

“Sulit mengharapkan perubahan mendasar terjadi jika jejak korupsi yang pernah terjadi masih membekas yang tidak menutup kemungkinan juga akan membuka peluang kembalinya praktik penyelewengan,”
pungkasnya.(Yon/Djok)

About The Author

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *