Wakil Direktur RS Hermina Akui Keadaan Emergency Sangat Kurang dan Perlu Diperbaiki

Wakil Direktur RS Hermina Malang, Yuliani Ningsih saat dikonfirmasi Puluhan awak media dan pendamping keluarga almarhum Wahyu Widiyanto, Arief Wahyudi SH yang juga anggota DPRD Kota Malang.(Djoko W)

Rabu, 13 Maret 2024

Malangpariwara.com – Wakil Direktur RS Hermina Kota Malang akhirnya angkat bicara terkait tuduhan RS tolak pasien PBI APBD kondisi kritis hingga akhirnya meninggal dunia karena terlambat penanganan.

Jenasah Wahyu Widiyanto (63) warga Bareng Tenes GG IV A no 636 Kelurahan Bareng Kota Malang Diangkut ambulan relawan untuk di makamkan Di TPU Mergan(Djoko W)

Pasien dengan kondisi kritis, Wahyu Widiyanto (63) warga Bareng Tenes GG IV A no 636 Kelurahan Bareng Kota Malang, meninggal dunia dalam perjalanan menuju RSSA, Senin (11/3/2204). Setelah sebelumnya diduga sempat ditolak di Rumah Sakit (RS) Hermina Malang dengan alasan ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) penuh.

Wakil Direktur RS Hermina Malang, Yuliani Ningsih(Djoko W)

Namun kabar tersebut dibantah langsung pihak RS Hermina. Wakil Direktur RS Hermina Malang, Yuliani Ningsih saat dikonfirmasi Puluhan awak media dan pendamping keluarga almarhum Wahyu Widiyanto, Arief Wahyudi SH yang juga anggota DPRD Kota Malang menyampaikan, tidak tepat jika dikatakan pihak RS Hermina menolak pasien kritis tersebut.

” Dokter kami sudah melakukan pemeriksaan meski tidak mengenakan baju seragam. Itu yang tidak di ketahui keluarga pasien. Bukan kami menolak memang prosedur RS wajib memeriksa pasien diatas bad meski darurat sekalipun (SOP),” terang Yuli Wakil Direktur RS Hermina Yang belum lama pindahan dari RS Hermina luar Jawa.

Lebih lanjut Yuli menyampaikan dari hasil pemeriksaan awal, pasien memang dalam kondisi kritis dengan denyut nadi yang lemah dan saturasi 77.

Hal itu disampaikan Yuli di hadapan Arief Wahyudi dan para awak media. Selasa (12/3/24).

Terkait kondisi IGD yang penuh, menurut Yuliani, IGD RS Hermina Malang sebetulnya hanya berkapasitas 10 orang. Namun saat pasien Wahyu Widiyanto datang, ada sekitar 15-21 orang di dalam IGD pada saat itu.

“Semua bed sudah terpakai oleh pasien IGD lainnya. Sedangkan dalam kondisi emergency, semua tindakan dilakukan dengan berbaring. Dan berbaringpun itu tidak bisa asal-asalan karena harus tempat tidur yang rata,” jelasnya.

Sayangnya upaya pihak RS Hermina tersebut tidak disampaikan kepada keluarga korban. Sehingga keluarga korban berpikir pasien tidak ditangani, sehingga memutuskan untuk membawa pasien Wahyu Widiyanto ke RSSA menggunakan Ambulance relawan Es Teh Anget.

Yuliani mengakui bahwa komunikasi pihak rumah sakit dalam keadaan emergency sangat kurang dan perlu diperbaiki.

Sementara itu, Romadhoni, anak pertama Wahyu Widiyanto, mengatakan bahwa dirinya yang memangku ayahnya saat berada di bentor. Pada saat di luar RS Hermina depan pintu masuk IGD memang ada dari pihak rumah sakit yang melakukan pemeriksaan pupil mata dan denyut nadi. Sedangkan untuk pengecekan saturasi dilakukan oleh relawan.

Namun setelah diperiksa, pihak keluarga tidak dikonfirmasi apa-apa. Perawat tidak memberikan arahan apapun dan langsung kembali ke dalam.

“Tidak tau itu dokter atau perawat tiba-tiba langsung meriksa Bapak. Pakai seragam warna hijau. Jadi bukan Bajau bebas seperti yang di sampaikan Wakil Direktur RS. gak benar itu. Itupun cuma meriksa pupil mata dan denyut nadi. Tidak bicara apa-apa, terus balik lagi ke dalam. Terus Bapak langsung dibawa ke Ambulance oleh relawan es teh anget menuju RSSA,” ungkap Doni.

Karena itu, ia sangat kecewa dan menyayangkan pelayanan yang diberikan RS Hermina. Terhadap pasien dengan kondisi kritis.

“Kita dari pihak keluarga sebenarnya sudah mengikhlaskan. Tapi kami cuma menyayangkan saja jika kalau dari pihak rumah sakit tidak minta maaf ke kita,” ujarnya.

Arief Wahyudi sangat kecewa dengan keterangan Wakil Direktur RS Hermina yang terkesan mencari cari alasan karena keterangannya bertolak belangan dengan para saksi. Keberadaan Wakil Direktur waktunitu juga tidak ada di tempat kenapa harus memberi keterangan mengada ada.

“Kondisi seperti ini tidak boleh terjadi lagi. Artinya nyawa manusia lebih penting dari apapun. Terbukti hari ini Wahyu Widiyanto kehilangan nyawa gara-gara penanganan yang salah dari rumah sakit Hermina.

Ada sesuatu yang harus dibenahi di rumah sakit ini. Terutama akses informasi, misalnya dari pasien diberi informasi ditunggu sebentar, kami masih menyiapkan alat. Pasti pasien menunggu.

Tapi karena tidak ada informasi dan keluarga pasien harus mencari pertolongan cepat maka dibantu oleh teman-teman relawan es teh anget

“Upaya lanjutannya saya akan berbicara dengan Pemerintah Kota utamanya dengan Dinas Kesehatan. Dari rumah sakit juga menyadari bahwa ada miss komunikasi. dan sanggup untuk memperbaiki, bahkan IGD ini sedang dalam tahap pembangunan yang lebih besar,” tukas Sekretaris Komisi B DPRD Kota Malang yang biasa di sapa AW.

Relawan es teh hangat yang berjibaku mengevakuasi pasien .Tidak nampak satupun dari pihak RS Hermina yang membantu.(foto relawan es teh hangat )

Sementara informasi dari Tim Esvteh Anget Sidik Putu Budiarko,
yang melakukan pemeriksaan pasien saat si atas bentur itu Tim relawan mengukur saturasi jadi bukan dr RS Hermina.

” Gak benar mas kalau ada dr. Di situ cuman pasien diatas bentor dan keluarga pengantar. Kemudian tim relawan yang memeriksa karena.kondisiny gawal.langsung kita bantu melarikannya ke RSSA sambil kita bantu pernafasannya. Jadi salah besar kalau dr yang merawat pasien. dr maupun perawat tidak ada yang menyentuh pasien,” terangnya.

Elia Widia putri bersama saudaranya di dampingi Arief Wahyudi menjawab pertanyaan wartawan.(Djoko W)

Elia Widia putri anak kedua almarhum sangat terpukul dengan kondisi bapaknya saat itu. Dia sangat berterimakasih kepada tim relawan Es teh anget justunyang sigak berusaha membantu menangani bapaknya.

” Namun sayang bapak sudah dipanggil yang maha kuasa. Hasil pemeriksaan dr di RSSA bapak sudah dinyatakan meninggal dunia diatas ambulan relawan,” urai Lia sedih.

Kini pihak keluarga menunggu itikat baik RS Hermina. Kami masih trauma dengan pelayanan RS Hermina semoga ini tidak terjadi pada pasien lainnya.

Luar biasa relawan es teh hangat berusaha membantu pernafasan pasien dalam perjalanan menuju RSSA Malang(foto: Tim Relawan Es teh hangat)

‘Kami keluarga tidak diajak komunikasi terkait apa yang akan di lakukan pihak RS waktu itu. Tidak ditahan untuk penanganan ataupun dikasih informasi hasil dari pemeriksaan. Kita tidak diberi secuilpun surat keterangan hasil pemeriksaan yang katanya di periksa. Kami punya BPJS PBI APBD yang masih aktif. Terus terang kami kecewa,” tandasnya.(Djoko W)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *