Mahasiswa MMD Kenalkan Pertanian Aquaponik Berbasis Potensi Lokal di Dusun Aran-Aran

Kelompok 33 Mahasiswa UB memanfaatkan kolam lele menjadi lahan Pertanian Aquaponik di Dusun Aran-Aran.(Ist)
Senin, 14 Juli 2025
Malangpariwara.com – Mahasiswa Membangun Desa (MMD) 2025, Kelompok 33 menghadirkan terobosan berupa sistem pertanian aquaponik di Dusun Aran-Aran, Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang, Jumat, (11/7/2025).
Lahan kolam lele yang semula hanya jadi bagian dari lanskap desa, kini disulap menjadi sebuah inovasi pertanian berkelanjutan oleh mahasiswa Universitas Brawijaya.
Program ini bukan hanya mengusung pendekatan teknologi yang ramah lingkungan, tetapi juga dibangun dari analisis pada potensi lokal yang selama ini belum dimanfaatkan secara optimal.
Hasilnya, sebuah ekosistem pertanian terpadu yang mampu menjawab tantangan keterbatasan lahan sekaligus membuka peluang ekonomi baru bagi masyarakat desa.
“Dari awal kami melihat banyak kolam ikan yang belum dimaksimalkan. Maka kami kembangkan jadi aquaponik, dengan memadukan budidaya ikan dan tanaman. Output-nya bisa multi fungsi yaitu, ternak ikan bisa dijual, dan nantinya tanaman juga bisa dipanen,” terang Saida, Penanggung Jawab Program Aquaponik Kelompok 33 MMD UB 2025.
Aquaponik merupakan sistem yang menggabungkan akuakultur (budidaya ikan) dan hidroponik (budidaya tanaman tanpa tanah), menciptakan hubungan simbiosis yang hemat air, efisien lahan, dan berkelanjutan.
Tim memilih pendekatan low-cost namun berdampak, saringan nasi dipakai sebagai media tanam, dengan rockwool sebagai pengganti tanah, menjadikan sistem ini mudah diterapkan warga.
Bukan hanya gagasan yang dibawa mahasiswa, tetapi juga tangan yang ikut bekerja. Kolaborasi dengan warga menjadi kunci sukses pelaksanaan program.
Pak Suroso, pemilik kolam lele yang kini menjadi mitra utama program, menyambut mahasiswa dengan terbuka.
“Senang sekali, mbak. Saya beserta mahasiswa saling bantu pasang pipa, bersih-bersih, atap. Kemudian, banyak juga yang saya pelajari. Awalnya kelihatan ribet, tapi ternyata bisa dipahami. dan menjadi ilmu baru bagi saya,” ungkapnya.
Kolam miliknya yang selama ini hanya digunakan sebagai tempat hiburan berupa pemancingan, kini berkembang menjadi sistem pertanian fungsional yang siap dikembangkan lebih lanjut. Pak Suroso bahkan berkomitmen untuk melanjutkan program setelah mahasiswa pulang.
“Insya Allah akan saya kembangkan, dan akan saya lanjutkan jika berhasil” tambahnya.
Dusun Aran-Aran selama ini menghadapi tantangan dalam pengelolaan lahan. Banyak kolam yang terbengkalai, lahan pertanian yang terbatas, serta minimnya diversifikasi pertanian. Kehadiran sistem aquaponik ini dapat menjadi titik balik.
“Warga di sini masih awam tentang aquaponik. Maka kami hadir tidak hanya sebagai pelaksana, tapi juga untuk menebarkan ilmu. Harapannya, meski lahan terbatas, potensi ekonomi dapat terus tumbuh,” tutur Salwa, Koordinator Desa Kelompok 33.
Menurutnya, aquaponik menawarkan manfaat two-in-one, satu lahan menghasilkan dua produk sekaligus yaitu ikan dan sayuran. Selain efisien, sistem ini juga menjadi solusi ramah lingkungan, mengurangi limbah, dan membuka opsi pertanian urban skala rumah tangga.
Upaya keberlanjutan juga dirancang sejak awal. Pemilihan bahan sederhana seperti saringan nasi dan pemantauan harian terhadap tanaman dan ikan menjadi strategi agar warga bisa meneruskan program secara mandiri.
Pelaksanaan program berlangsung penuh partisipasi. Warga tidak hanya datang, tetapi aktif bertanya, ingin mencoba, bahkan menawarkan kolam pribadi untuk dikembangkan lebih lanjut.
“Awalnya saya sempat khawatir. Tapi ternyata waktu pelaksanaan, warga antusias, banyak yang bertanya. Rasanya senang dan bangga,” ungkap Saida penuh semangat.
Mahasiswa juga secara aktif akan memantau perkembangan selama kegiatan MMD berlangsung hingga akhir bulan Juli nanti. Ikan lele diberi pakan dua kali sehari, sementara bibit kangkung akan menunjukkan pertumbuhan sekitar pada hari keempat hingga kelima.
Program ini terus dimonitor untuk memastikan keberlanjutan meski masa MMD nanti akan berakhir.
“Semoga ilmu yang kami tanam di sini dapat terus tumbuh, berkembang, berkelanjutan, dan bermanfaat bahkan setelah kami pulang,” ungkap Salwa.
Program aquaponik MMD UB 2025 Kelompok 33 di Desa Sumberejo, Kabupaten Malang, adalah cermin nyata peran mahasiswa sebagai agen perubahan.
Dengan membaca kebutuhan dan potensi desa, mahasiswa UB menghadirkan solusi berbasis yang mengutamakan pendekatan humanis, mereka membuktikan bahwa inovasi tidak harus mahal dan rumit. Namun, yang terpenting dibutuhkan adalah pengetahuan, kolaborasi, dan komitmen untuk menyemai perubahan serta dampak baik yang berkelanjutan. (Djoko W)