28 September 2025

Sejarah Lahirnya Bank Indonesia, Dari De Javasche Bank Hingga Menjadi Bank Sentral Independen

img_1758606775544

Trie Kanthi Wigati Edukator/Pemandu yang secara khusus memandu rombongan BI Malang.(Djoko W)

Jakarta, 23 September 2025

Malangpariwara.com – Bank Indonesia (BI) merupakan bank sentral Republik Indonesia yang memiliki sejarah panjang sebelum berdiri pada 1 Juli 1953.

Perjalanannya dimulai sejak masa kolonial Belanda dengan berdirinya De Javasche Bank (DJB), yang kemudian bertransformasi menjadi Bank Indonesia setelah melalui berbagai dinamika sejarah bangsa.

Hal ini disampaikan Trie Kanthi Wigati Edukator/Pemandu yang secara khusus memandu rombongan BI Malang bersama awak media untuk safari melihat mendengarkan secara langsung Cikal Bakal Bank Sentral di Nusantara. Saat berkunjung ke Musium Bank Indonesia di Jakarta, Selasa (23/9/24).

Cikal Bakal Bank Sentral di Nusantara

Di terangkan awal mula sejarah Bank Indonesia bermula dari abad ke-18, ketika pemerintah kolonial Belanda mendirikan Bank van Courant en Bank van Leening pada 1746. Bank ini bertugas memberikan pinjaman dengan jaminan emas dan perhiasan, serta menjadi penopang perdagangan VOC di Nusantara.

Namun, tonggak penting berdirinya BI baru dimulai pada 1828. Ketika itu didirikan De Javasche Bank (DJB) sebagai bank sirkulasi.

Pemerintah Kerajaan Belanda memberi DJB hak istimewa atau octrooi untuk mencetak dan mengedarkan uang gulden di Hindia Belanda. Keberadaan DJB menjadi fondasi sistem keuangan kolonial dan tercatat sebagai bank sirkulasi pertama di Asia.

Sepanjang abad ke-19 hingga awal abad ke-20, DJB memperluas jaringannya ke berbagai kota penting, seperti Surabaya, Padang, Makassar, Malang, dan Kediri. Keberadaannya sangat erat kaitannya dengan kebijakan tanam paksa dan ekspansi ekonomi kolonial Belanda.

Masa Pendudukan Jepang hingga Kemerdekaan

Ketika Jepang menduduki Indonesia pada 1942, DJB dilikuidasi dan digantikan oleh Nanpo Kaihatsu Ginko (NKG). Setelah Proklamasi Kemerdekaan 1945, terjadi dualisme bank sirkulasi. Belanda melalui NICA menghidupkan kembali DJB, sementara pemerintah Indonesia mendirikan Bank Negara Indonesia (BNI) sebagai bank sirkulasi nasional yang menerbitkan Oeang Republik Indonesia (ORI). Kondisi ini menimbulkan peperangan mata uang atau currency war di masyarakat.

Nasionalisasi De Javasche Bank

Hasil Konferensi Meja Bundar (KMB) tahun 1949 menempatkan DJB sebagai bank sirkulasi Republik Indonesia Serikat (RIS). Namun, desakan nasionalisasi semakin kuat sebagai bagian dari upaya menegakkan kedaulatan ekonomi.

Pada 1 Juli 1953, pemerintah resmi menasionalisasi DJB melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1953 tentang Pokok Bank Indonesia. Sejak saat itu, Bank Indonesia berdiri sebagai bank sentral Republik Indonesia, mengambil alih peran DJB dan menjadi otoritas moneter negara.

Bank Indonesia sebagai Agen Pembangunan

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1968 memperkuat peran BI sebagai bank sentral, agen pembangunan, dan pemegang kas negara. Pada masa ini, BI tidak lagi menyalurkan kredit komersial, tetapi tetap mendukung program pembangunan nasional.

Peran BI kemudian semakin diuji ketika krisis moneter Asia melanda pada 1997. Bank Indonesia mengambil langkah darurat seperti penerapan kurs mengambang, penutupan bank bermasalah, dan restrukturisasi perbankan.

Bank Sentral Independen

Reformasi sistem keuangan pasca-krisis melahirkan UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Melalui undang-undang ini, BI ditetapkan sebagai lembaga negara independen dengan tujuan tunggal menjaga kestabilan nilai rupiah. Status independen ini membuat BI bebas dari campur tangan pemerintah dan pihak lain dalam melaksanakan tugasnya.

Kedudukan independen BI ditegaskan kembali melalui UU No. 3 Tahun 2004 dan UU No. 6 Tahun 2009, termasuk memperjelas peran BI sebagai lender of the last resort. Sementara itu, fungsi pengawasan perbankan dialihkan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 2011, sehingga BI lebih fokus pada kebijakan moneter, stabilitas sistem pembayaran, dan makroprudensial.

Transformasi terbaru hadir melalui UU No. 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) yang memberi mandat baru bagi BI dalam penguatan sektor keuangan nasional.

Visi dan Misi

Saat ini, Bank Indonesia mengusung visi menjadi bank sentral digital terdepan yang berkontribusi nyata terhadap perekonomian nasional. Misinya mencakup menjaga stabilitas rupiah, memelihara sistem pembayaran, mendukung stabilitas keuangan, memperkuat pasar uang, meningkatkan inklusi keuangan, serta mendorong keuangan berkelanjutan.

Untuk mencapai tujuan tunggal menjaga stabilitas nilai rupiah, BI menjalankan tiga pilar utama: kebijakan moneter, sistem pembayaran, dan makroprudensial. Ketiga bidang tugas ini menjadi fondasi BI dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Pengunjung bisa melihat langsung ruang transaksi (teler) jaman Dulu.(Foto Djoko W)

Sejak resmi berdiri pada 1953, Bank Indonesia telah melalui perjalanan panjang dari masa kolonial, nasionalisasi, krisis moneter, hingga era digital. Dari yang awalnya bernama De Javasche Bank, hingga menjadi lembaga independen, BI terus bertransformasi untuk menjaga stabilitas rupiah sekaligus memperkuat fondasi ekonomi Indonesia.(Djoko W)