Fakultas Pertanian UB Tambah Dua Profesor Baru dari FP

Minggu, 25 Juni 2023
Malangpariwara.com –
Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya menambah panjang daftar profesor barunya. Kali ini, Senat Akademik Universitas melantik dua profesor dari fakultas ini, yang dilantik bersamaan pada Selasa depan (27/6/2023) di Gedung Samanta Krida.
Prof. Dr.Ir. Sri Rahayu Utami, M.Sc. merupakan profesor ke-30 dari Fakultas Pertanian. Ia merupakan profesor dalam bidang ilmu Geokimia Tanah, yang akan memaparkan tentang konsep GeoBioKim SL untuk manajemen kesuburan tanah pada lahan pertanian terdampak erupsi gunung api.
Erupsi gunung api merupakan bencana alam yang mengakibatkan banyak korban. Namun di sisi lain, erupsi gunung api juga memberi manfaat positif untuk memperbaharui kondisi kesuburan tanah.
”Dengan melepaskan unsur hara yang terkandung, dapat memperbaiki kondisi tanah. Namun hal ini membutuhkan waktu yang lama, dan tidak dapat dimanfaatkan dalam jangka pendek” jelasnya.
Lahan pertanian yang terdampak erupsi gunung api memiliki kendala sifat fisik, kimia dan biologi tanah bagi pertumbuhan dan produksi tanaman, sehingga dibutuhkan modifikasi perilaku untuk memperbaiki kondisi tanah kembali subur dalam waktu dekat dan dapat dimanfaatkan segera oleh petani yang tinggal di sekitar gunung api.
Untuk memperbaiki kesuburan tanah pasca bencana gunung api, Sri Rahayu Utami mengenalkan konsep GeoBioKim SL.
Konsep ini, jelas wanita yang akrab dipanggil Yayuk, merupakan perpaduan antara teknologi biologi baik vegetatif dan mikroorganisme fungsional, dan kimia yang terdiri atas amandemen organik dan anorganik, sebagai upaya untuk menanggulangi dampak erupsi.
”Disebut spesifik lokal, karena menggunakan vegetasi dan mikroorganisme yang adaptif pada wilayah terdampak, serta berdasar pilihan petani”, jelasnya.
Manajemen lahan pertanian terdampak erupsi gunung api sebelumnya memisahkan antara teknik vegetatif dan kimiawi, namun hasilnya belum maksimal.
”Keunggulan konsep ini, dibandingkan teknik sebelumnya adalah adanya penggunaan vegetasi dan mikroorganisme lokal sehingga diyakini dapat tumbuh dan bertahan dalam kondisi lahan terdampak erupsi ekstrim. Selain itu, vegetasi berdasar pilihan petani juga menjamin tingkat adopsi yang tinggi. Namun, kelemahannya adalah konsep ini baru diaplikasikan pada skala pot, dan membutuhkan uji coba lebih lanjut pada skala yang lebih luas”, ujarnya.
Ia berharap, konsep ini dapat mengembangkan kerjasama antara pemerintah daerah dengan masyarakat sekitar untuk menggali potensi daerah dalam mengembangkan sistem pertanian yang adaptif dan menguntungkan secara ekonomi dan ekologi.
”Mengingat bahwa sistem agroforestri ternyata lebih tahan terhadap dampak erupsi dan lebih cepat pulih, maka penerapan sistem agroforestri dengan tetap memprioritaskan pilihan petani, akan lebih menjanjikan baik secara ekonomi maupun lingkungan”, pungkasnya.(Djoko W)