17 Agustus 2025

Atasi Krisis Air Desa, Mahasiswa UMM Hadirkan Turbin Pompa

img_1755328735793

Program pengabdian kepada Masyarakat Yakni dengan menciptakan teknologi tepat guna berupa turbin angin penggerak pompa.(Ist)

Sabtu, 16 Agustus 2025

Malangpariwara.com – Keterbatasan suplai irigasi selama bertahun-tahun menjadi tantangan utama para petani di Desa Tawangrejo, Kecamatan Wonodadi, Kabupaten Blitar.

Wilayah yang sebagian besar warganya menggantungkan hidup pada sektor pertanian ini kerap kesulitan mendapatkan air untuk menyiram tanaman, terutama saat musim kemarau dan saat pasokan listrik tak stabil.

Hal inilah yang memantik mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) untuk berinovasi melalui program pengabdian masyarakat. Yakni dengan menciptakan teknologi tepat guna berupa turbin angin penggerak pompa.

Adapun proyek tersebut sudah dilaksanakan oleh tim mahasiswa UMM sejak awal tahun hingga pertengahan tahun 2025 ini. Mereka sekaligus menyasar permasalahan pengairan lahan pertanian warga dengan pendekatan berbasis energi terbarukan.

“Ini bukan hanya soal teknologi, tapi juga keberlanjutan. Kegiatan ini kami rancang untuk menjawab kebutuhan masyarakat akan sistem pengairan yang mandiri dan berkelanjutan. Turbin angin ini diharapkan dapat menjadi langkah awal dalam membangun desa berbasis energi terbarukan,” kata Abi Mufid Octavio selaku ketua tim pengabdian

Lebih lanjut, ia mengatakan turbin angin yang dipasang di lokasi strategis ini bekerja secara mekanik untuk menggerakkan pompa air dari sumber mata air ke lahan pertanian.

Dengan memanfaatkan kekuatan angin, sistem ini mampu bekerja secara otomatis tanpa perlu aliran listrik atau bahan bakar. Hasilnya, pasokan air untuk irigasi dapat berjalan lebih lancar, efisien, dan tentunya hemat biaya.

Respons masyarakat terhadap inovasi ini sangat positif. Bagi mereka, ini bukan sekadar alat, tetapi harapan baru.

Minah, salah satu warga mengapresiasi usaha para mahasiswa UMM. Bahkan ia mengaku tidak paham untuk apa anak-anak muda membangun teknologi ini.

“Awalnya saya pikir baling-baling itu cuma buat hiasan, lha kok ternyata bisa nyedot air. Wong wedok kayak saya jadi semangat, gak takut lagi ngurus irigasi,” katanya yang juga seorang petani sayur.

Hal serupa juga disampaikan Darto, pemuda setempat yang turut membantu dalam proses pengembangan turbin. Menurutnya, teknologi ini sangat membantu dengan efisiensi yang ditawarkan.

“Biasanya irigasi nunggu listrik nyala, kadang sampai malam. Tapi sekarang, kalau angin ada, ya air jalan. Hemat biaya, hemat tenaga,” katanya.

Penerapan turbin angin penggerak pompa ini membuka peluang lebih luas bagi pengembangan teknologi desa. Selain menunjang pertanian lokal, sistem ini juga mengurangi ketergantungan pada sumber energi konvensional yang tidak ramah lingkungan.

Mufid dan tim berharap, teknologi ini tidak berhenti sebagai proyek sesaat, tetapi bisa menjadi prototipe yang direplikasi di desa-desa lain di Indonesia yang menghadapi tantangan serupa. Inovasi seperti ini menjadi bukti bahwa kemajuan teknologi tidak harus rumit atau mahal.

Dengan pendekatan yang tepat dan berorientasi pada kebutuhan lokal, desa-desa di Indonesia mampu mandiri dan berkembang dengan tetap menjaga kelestarian alam. (Djoko W)