Ketua DPRD Kota Malang: Program Trans Pemprov Jatim Belum Sepenuhnya Komprehensif

Ketua DPRD Kota Malang, Amithya Ratnanggani Sirraduhita.(Djoko W)
Rabu, 17 September 2025
Malangpariwara.com – DPRD Kota Malang terima audiensi paguyuban angkutan kota (Angkot) mengenai kebijakan program Trans Jatim yang digagas oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur.
Para supir angkot meminta keterlibatan dan sosialisasi mengenai Program Trans Jatim di Kota Malang.
Ketua DPRD Kota Malang, Amithya Ratnanggani Sirraduhita menyebutkan bahwa program Pemprov Jatim belum sepenuhnya komprehensif.
Menurutnya, para sopir angkot ini memiliki kekhawatiran akan program Trans Jatim ini.
“Mereka adalah salah satu stakeholder penting yang ada di dalam dunia transportasi di Kota Malang ini belum terlibat. Mereka khawatir jika ada kebijakan yang disusun pada program itu tidak komprehensif,” Kata Amithya usai audiensi dengan supir angkot, Senin (15/9/2025).
Amithya menjelaskan bahwa aspirasi para supir angkot bersama petisi yang mereka ajukan telah diteruskan kepada DPRD Jawa Timur. Bahkan, materi diskusi juga sudah disampaikan ke Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Jawa Timur sebagai bahan pembahasan lebih lanjut program Trans Jatim ini.
“Ini sudah di forward kepada DPRD Provinsi dan akan menjadi bahan diskusi mereka. Saya juga memberikan ruang kepada Komisi C dan Komisi D. Tadi juga ada dua yang dibahas yaitu mengenai transportasi publik dari provinsi dan transportasi untuk anak sekolah,” jelasnya.
Meski ditargetkan akan dioperasikan di bulan Oktober atau paling lambat bulan November 2025. Amithya menilai program Trans Jatim menyimpan banyak catatan penting. Selain integrasi antara kota dan kabupaten.
Ia juga menilai kolaborasi dengan transportasi publik yang sudah ada di Kota Malang harus lebih diperjelas.
“Karena ini aglomerasi, maka Kota Malang tidak bisa berdiri sendiri. Harus ada landasan kuat dari provinsi, baru kemudian diterjemahkan sesuai dengan kondisi transportasi publik di Kota Malang,” tegasnya.
Terkait angkot di Kota Malang yang akan menjadi feeder (pengumpan) bagi Trans Jatim, Amithya menyebut cukup realistis. Mengingat kondisi jalan di Kota Malang relatif sempit, peran feeder dianggap penting untuk menghubungkan wilayah yang tidak bisa dijangkau oleh bus.
“Feeder ini pasti dibutuhkan, tapi seperti apa prosentase penggunaan si feeder ini kemudian di dalam satu rangkaian transportasi ini kan yang kita belum tahu,” imbuhnya.
Amithya juga menyoroti penggunaan angkot sebagai feeder untuk area kampus. Ia menilai bahwa hal ini lebih efektif mengingat jumlah mahasiswa di Kota Malang mencapai 700 ribu.
“Bayangkan jika setiap mahasiswa membawa kendaraannya masing-masing, pasti kemacetan lebih parah. Kalau angkot bisa difungsikan dengan skema feeder, tentu ini akan membantu menyumbang pengurangan macet di Kota Malang,” tutup Amithya.(Djoko W)