Ini Yang Dilakukan Politeknik Negeri Malang Dalam Penyempurnaan Kurikulum dan Tracer Study

BATU – Evaluasi terhadap kompetensi yang di butuhkan oleh dunia kerja sangat diperlukan oleh perguruan tinggi agar tidak terdapat jarak antara dunia pendidikan  tinggi   dengan dunia kerja nyata yang ada di masyarakat. 

Kendala yang dihadapi oleh perguruan tinggi dalam melakukan tracer  study adalah pada saat pengumpula  data.  Beberapa perguruan tinggi masih melakukan pengumpulan data secara manual  dengan cara menyebar kertas kuisioner dan wawancara melalui telepon terhadap alumni dan perusahaan.

 Ia menilai diperlukan suatu pengembangan layanan E-Tracer Study yang lengkap, yang dapat memberikan informasi bagi perguruan tinggi untuk kepentingan perbaikan kurikulum penelusuran alumni secara detail serta mengetahui kepuasan pengguna lulusan perguruan tinggi.

Oleh karena itu, guna nenghadapi  kebutuhan dunia industri di era revolusi industri 4.0.

 Serta serapan yang maksimal alumni Polinema kepada dunia kerja, Polinema gelar Workshop Evaluasi penyempurnaan kurikulum dan Tracer Study dengan menghadirkan dua akumni D3 Politeknik Brawijaya, diantaranya Amirul Mu’minin, S.T. dan Dodik Priyanto, S.T.,M.T. jurusan Teknik Sipil Politeknik Brawijaya Negeri Malang.

“Sesuai dengan tuntutan dunia industri agar tercipta lulusan yang memiliki kompetensi link and match, kampus harus terus mengevaluasi kebijakan kurikulum. Salah satunya yakni progam studi (prodi) Teknik Sipil Politeknik Negeri Malang (Polinema),” ujar Pembantu Direktur 1 Supriatna adisuwignjo ST., MT kepada wartawan.

Perubahan kurikulum menuntut perubahan kebijakan vokasi. Di mana SDM harus ditingkatkan seiring Renstra dan kebutuhan dunia kerja (du-di).

 “Jadi, bukan hanya evaluasi kurikulum, pendekatan masukan atau tracer study dari du-di terkait apa yang dibutuhkan. Karena nantinya berdampak pada jumlah dan kecepatan serapan lulusan,” ujarnya kemarin Kamis (1/08/2019).

Lebih lanjut, ia menjelaskan, sesuai dengan kebijakan Kemenristek Dikti dalam pola kurikulum 321, 521 sudah mix and match dalam dunia kerja, tetap harus dimodifikasi kurikulum 411 atau lainnya agar terjadi link and match. Kebijakan tersebut dapat diaplikasikan kompetensinya saat mahasiswa magang.

Saat magang yang idealnya enam bulan atau lebih, dengan menerapkan kurikulum tersebut mahasiswa mampu memiliki kompetensi.

Solusi lainnya, dikatakan Supriatna, dengan menerapkan teaching factory di mana polanya sama dengan saat bekerja di du-di. Hanya saja dalam porsi mini untuk mengenalkan suasana, budaya, sikap, dan tanggung jawab kerja terbentuk sebelum direkrut bekerja. Semua upaya tersebut agar mahasiswa mampu berkompetisi dan kompeten.

“Apabila antar mahasiswa dan industri tidak match, maka solusinya, harus mencari kemitraan industri yang kompatibel,” tambahnya.

Bahkan, ada beberapa dosen dan tim ahli Polinema yang memperoleh kepercayaan dari lembaga sertifikasi profesi sebagai asesor untuk menguji keahlian mahasiswa dan dosen lain di Polinema. Ditargetkan, mahasiswa memiliki sertifikat keahlian minimal satu dalam setahun.

“Kalau sudah memiliki sertifikat industri, selain diakui du-di, nantinya lulusan mampu terserap kerja lebih cepat dan langsung bisa bekerja. Masukan tracer study dari alumni dan narasumber sangat  dibutuhkan. Terutama apa yang dibutuhkan dalam perubahan du-di,” ungkapnya.

Sementara itu, Kepala Jurusan Teknik Sipil, Sumardi mengatakan, kurikulum yang sudah dibuat harus dikondisikan sesuai dengan pendidikan Vokasi.  Ia berharapkan lulusan Polinema mampu mandiri dalam bekerja.

Artinya, ketika di du-di, alumni mampu menyelesaikan pekerjaan sesuai tugas atau kebutuhan berdasarkan kompetensi yang dimiliki.(*) (JKW)

About The Author

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *