Ini Reaksi Arief Wahyudi SH Anggota DPRD Kota Malang Terkait Statemen Akhmad Muwafik Saleh

Foto: Arief Wahyudi SH Anggota DPRD Kota Malang Dapil Klojen FPKB.(ist)
Jum’at, 4 Maret 2022
Malangpariwara.com –
Statemen Staf ahli Dekan FISIP Universitas Brawijaya (UB), Akhmad Muwafik Saleh yang diunggah Malangpariwara.com Kamis kemarin(3/3/22) terkait Malang Halal City mendapatkan respon dari berbagai kalangan baik organisasi kemasyarakatan maupun dari anggota DPRD Kota Malang salah satunya dari Fraksi PKB.

Didalam berita yang di unggah Malangpariwara. com, kenapa Muwafik kemudian menilai orang yang melakukan penolakan terhadap konsep city halal itu sebenarnya sedang menegaskan bahwa dirinya adalah kelompok yang intoleran.
Pasalnya, beberapa negara-negara maju konsepsi halal itu adalah menjadi salah satu indikator dari nilai-nilai demokrasi yang memberikan ruang toleransi atas perbedaan.
“Jadi yang menolak konsep halal city sebenarnya adalah kelompok yang intoleran karena halal city itu adalah memberikan ruang yang luas bagi pencapaian nilai-nilai demokrasi itu,” terangnya.
Apalagi secara agama, halal itu adalah sesuatu yang memang dianjurkan bahkan menjadi syarat dari keberkahan suatu kota. Karena kota itu tidak cukup sekedar hanya mampu mengumpulkan PAD dan mengelolanya dengan bersih, tetapi manakala kota tidak mampu menghadirkan keberkahan maka tentu ini menjadi persoalan.
Kemudian dalam konteks konsumsi publik yang dimakan, maka tentu harus dijamin kehalalannya. Mulai dari yang dikonsumsi publik di ruang-ruang publik atau juga di tempat-tempat wisata, hotel dan segala macam harus dipastikan kehalalannya. Tentu halal itu mencakup di dalamnya adalah toyib yaitu bersih, sehat dan segala macam.
Arief Wahyudi SH FPKB Dapil Klojen akhirnya angkat bicara dan menyoal apa yang disampaikan Pakar UB itu.
“Menurut saya Pak Muwafik Saleh perlu juga mempelajari keberagaman Masyarakat Kota Malang yang begitu majemuk yang selama ini saling toleran terhadap kehidupan individual masing masing,” katanya.
Saya secara pribadi juga tidak sepakat kalau semua hal yang ada di Kota Malang harus ” halal “, karena masih banyak warga Kota Malang yang masih butuh daging babi misalnya yang menurut ajaran agama saya ” haram ” yang tentunya tidak akan saya makan , namun tetangga saya yang beragama Kong hucu tidak menjadi haram.
Justru yang bisa diatur dengan tegas seharusnya penegasan atas obyek dimaksud. Misalnya jual daging babi ya ditulis dengan tegas daging babi dsb.
Bahkan orang yang berjualan minuman beralkohol pun karena menurut regulasi diperbolehkan dengan syarat dan ketentuan yang ketat ya boleh boleh saja.
Bagaimana dengan hotel yang harus memberi petunjuk arah kiblat , setahu saya sebagai bentuk service dari hotel hal tersebut sudah lazim ada di setiap hotel.
“Lalu kalau ada yang menolak diksi ” halal ” ya gak bisa dong dikatakan in toleran, lagian referensi Pak Muwafik rasanya perlu diperluas tentang city halal yang saya sendiri sebagai anggota DPRD Kota Malang tidak pernah menemukan dokumen perencanaan atas Malang Kota Halal / city halal tersebut,” sebut Pria yang biasa dipanggil AW.
Ketika ditanya tentang good governance kaitannya dengan program Malang Halal, yang disampaikan Staf ahli Dekan FISIP Universitas Brawijaya (UB) itu, AW menegaskan kalau di tarik kepada good governance menurutnya kok malah melenceng jauh dari program Malang Halal.
“Konteksnya gak nyambung karena good governance mempunyai landasan hukum tersendiri dan sama sekali tidak ada kaitannya dengan program Malang Halal,” Perlu juga dipahami bahwa Indonesia ini bukan Negara Islam walaupun banyak aturan yang dibuat mengacu pada ajaran Islam, namun demikian sangat tidak elok kalau seorang akademisi mempunyai pikiran bahwa semua hal di Kota Malang harus ” halal,” tandas Pria Asli Bareng ini.( Djoko Winahyu)