Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah, Ini Cerita Anak Pelaku Sejarah TRIP

Foto: Mengenang 75 Tahun Pertempuran Pelajar Pejuang TRIP, Forkopimda Kota Malang bersama Paguyuban MAS TRIP menggelar ziarah tabur bunga di monumen Pahlawan TRIP, Minggu (31/7/2022).(ist)
Minggu, 31 Juli 2022
Malangpariwara.com –
Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah atau disingkat Jasmerah adalah semboyan yang terkenal yang diucapkan oleh Soekarno, dalam pidatonya yang terakhir pada Hari Ulang Tahun (HUT) Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1966.
Sebuah makam besar, dengan dua batu nisan berwarna putih menyisakan ketegaran dan semangat yang masih terus menyala di bawah kibaran Sang Merah Putih. Makam itu menjadi persitirahatan terakhir bagi 35 anggota Tentara Republik Indonesia Pelajar ( TRIP ).
Waktu itu, mereka masih berusia belasan tahun. Tetapi, berani mengangkat senjata bersama-sama. Berjuang secara fisik, menjaga kedaulatan nusantara dari kembalinya para penjajah.
Para prajurit TRIP , yang masih belia. Bertugas menjaga pertahanan di dalam Kota Malang. Mereka harus berjibaku, menghadapi tentara aggressor Belanda, yang bersenjata lengkap. Para prajurit belia ini, sempat membumihanguskan Kota Malang, untuk menghadang laju dari pasukan lawan.
Pertempuran heroik itu terjadi 31 Juli 1947. Tepatnya terjadi di Jalan Salak, Kota Malang, yang kini menjadi Jalan Pahlawan TRIP . Jalan yang langsung terhubung dengan Jalan Ijen ini, pada saat terjadi pertempuran, berdekatan langsung dengan sebuah hamparan luas lapangan pacuan kuda.
Kini, arena pertempuran heroik menghadapi serangan ganas Agresi Militer I Belanda tersebut, nyaris tidak nampak lagi. Himpitan perumahan elit, berharga miliaran rupiah, telah mengerdilkan pengorbanan besar untuk mempertahankan kedaulatan Indonesia, dengan menumpahkan darah, dan mengorbankan nyawa.
Adalah Dr. Sri Untari Bisowarno, M.AP salah satu anak seorang pejuang TRIP, Minggu 31 Juli 2022, tepekur di depan pusara batunisan Makam Pahlawan Trip bersujud mengirimkan doa untuk para pahlawan TRIP yang telah gugur dikubur dalan satu liang lahat.
Tak terasa butir air mata itu menetes deras mengingat semasa hidup Bapaknya yang kini telah gugur.
“Ayahku adalah TRIP yang berasal dari sekolah pertanian di Tulungagung. Jadi bapakku SMPnya naik kereta api dari Kabupaten Kediri menuju Tulungagung setiap hari.
Dan bapak bercerita, beliau termasuk yang selamat dari mitrayur brand-brand yang ada di jalan trip itu. Bisa selamat karena ia lari ke utara bersama teman-teman nya tapi kemudian masuk gorong-gorong sampai di Dinoyo. sesampai di Dinoyo dia keluar kemudian tertangkap Belanda di situ Bapak diinjak tulang rusuknya hingga patah,” cerita wanita yang kiri sukses di dunia politik dan Koperasi.
Untari Bisa di panggil menceritakan setelah itu dia masuk di Brimob, terakhir menjadi salah satu komandan sektor di bandaran Nganjuk.
“Saya banyak mendengar cerita itu karena ayah saya pelaku sejarah. jadi ayah saya masuk sebagai pahlawan TRiP. Ayahku juga dapat bintang gerilya.

Ayah Untari sering berpesan kepada anak anaknya dimana saja, untuk mencari saudara seperjuangannya yang di TRIP. Untar bertemu dengan semua teman-teman TRIP di Malang.
Sempat Viral ketika makam Pahlawan Trip mendadak akan di gusur.
Bersama saudara-saudar TRIP Untari pimpin demo.
“Saya terus berjuang memfasilitasi ke Pemkot Malang agar makam trip tetap disitu. Dan kemudian kami juga minta ijin ke Pemkot Malang Pak Peni untuk membangun monumen,” ungkapnya.
Sebagai putri seorang trip Untari ikut merawat monumen itu, maka ketika tadi takziah tabur bunga, Untari tak bisa menahan air mata.
“Disana saya menangis karena ingat ayah saya. perjuangannya yang hebat dan beliau tidak pernah bisa menikmati usia kemerdekaan ini dengan baik karena tahun 1987 bapak meninggal saat saya masih kuliah semester 3. Sehingga sampai saya menjadi anggota dewan ini, bapak tidak tahu karena beliau sudah meninggal,” tukasnya.
Jas merah jangan sekali-sekali melupakan sejarah.
“Perjuangan beliau-beliau akan kami teruskan sampai akhir jaman. Tentu saja dengan cara mengisi kemerdekaan, mempertahankan NKRI, Pancasila, UUD, Bhineka Tunggal Ika, itu yang menjadi pedoman bagi kami semua,” pungkasnya.(Djoko Winahyu)