Dosen dan Pakar UB Diskusikan IKN Serta Keberlanjutan Hutan Indonesia

Dosen Kehutanan UB Rifqi Rahmat S.Hut, M.Si yang juga tergabung dalam Komunitas Manajemen Hutan Indonesia (KOMHINDO).(Ist)
Minggu, 16 Juni 2024
Malangpariwara.com – Sejumlah pakar mendiskusikan mengenai Ibu Kota Negara (IKN) dan Keberlanjutan Hutan Indonesia, Sabtu (15/6/2024) di Gedung Widyaloka. Tujuannya, mencari solusi terhadap isu lingkungan.
Dosen Kehutanan UB Rifqi Rahmat S.Hut, M.Si yang juga tergabung dalam Komunitas Manajemen Hutan Indonesia (KOMHINDO) dalam kegiatan itu memaparkan, definisi hutan dari Permenhut P14/2004 yaitu lahan dengan luas 0.5 hektar yang ditumbuhi pepohonan dengan tutupan tajuk setidaknya 30% dan dengan tinggi 5 meter.
Deforestasi disebutnya adalah sebuah momok karena di forum internasional deforestasi selalu jadi penekanan untuk menurunkan emisi gas rumah kaca.
Hal ini tidak terlepas dari populasi penduduk Indonesia yang terus bertambah berefek kepada kebutuhan livelihood dan lain-lain yang punya potensi trade off dengan lingkungan. Termasuk dalam hal ini isu Ibu Kota Negara baru yang memiliki singgungan trade off dengan lingkungan.
“Kalau berbicara di konferensi internasional, deforestasi menjadi penekan menurunkan emisi. Misalnya bagaimana produk sawit Indonesia ditekan Uni Eropa karena kaitannya dengan deforestasi” Ujarnya.
Ibu Kota Negara berdasarkan riset yang disebut Rifqi pada tahun 2019 hutan di kawasan IKN sebesar 37% dan turun di tahun 2023 menjadi 29% yang hal ini menandakan bahwa IKN menjadi salah satu penyebab deforestasi berkaca dari definisi Permenhut P.14 tahun 2004.
Proses pembangunan IKN terkesan terburu-buru, jika perencanaannya lebih hati-hati dalam kajian aspek ekologi, sosial ekonomi masyarakat diawal sebelum penetapan maka tidak akan segaduh hari ini.
Menurut Rifqi proses perencanaan dan pelaksanaan yang cepat-cepat memiliki kemungkinan atau potensi gagal lebih besar karena mendapatkan banyak protes dan kritik dari masyarakat sipil.
“Jika perencanaan dan konsepnya sudah matang, maka dampak lingkungan dapat dikendalikan dan tidak akan membuat gaduh seperti sekarang ini,” katanya.
Jurnalis Indonesia Baru, Farid Gaban menyebutkan bahwa Kalimantan di awal orde Baru masih hijau. Dimulai tahun 1985 mulai berkurangnya lahan hijau, hal ini dikarenakan terdapat konsesi Hak Pengelolaan Hutan (HPH).
Terkait dengan ibu kota negara (IKN) di konsep sebagai Smart Forest City dan memiliki delapan prinsip yang itu semua menurut Farid Gaban hanya manis di atas kertas.
“Kebetulan kami sudah berkeliling ke IKN konsep Smart Forest City dan 8 prinsip IKN hanya manis di atas kertas,” katanya.
Kementerian Lingkungan Hidup Eksekutif Mahasiswa mengadakan seminar nasional yang bertajuk Menghadapi Keberlanjutan Hutan Indonesia Dalam Pembangunan Ibu Kota Negara Baru (IKN).
Pakar lain yang hadir, di antaranya Direktur Wahana Lingkungan Hidup, Wahyu Eka Setyawan. (Djoko Winahyu)