Putusan MK: Pejabat Daerah dan TNI/Polri Bisa Dipidana Jika Tak Netral di Pilkada Bagaimana dengan Pilkada Kota Malang?
Jum’at, 15 November 2024
Malangpariwara.com – Kurang dua pekan Pemilihan Umum Kepala Daerah di Kota Malang semakin panas. Rupanya sudah mulai tercium bau ketidaknetralan Aparat Pemerintah.
Ketua DPC PDIP Kota Malang, I Made Riandiana Kartika, menegaskan pentingnya netralitas Pejabat negara dan anggota TNI/Polri atau pejabat negara lainnya.
Hal ini disampaikan Made saat DPC PDIP Kota Malang menggelar acara konsolidasi besar yang di hadiri Ketua Fraksi PDIP MPR RI Ahmad Basarah. Kamis (14/11/24) di Kantor DPC PDI Perjuangan Kota Malang.
Dalam hal ini Made, mengingatkan pentingnya netralitas TNI-Polri dan aparatur negara lainnya dalam mengawal jalannya Pilkada.
“Kami masih sangat positif dan percaya bahwa TNI, Polri, serta kejaksaan akan tetap profesional dalam menjalankan tugasnya mengawal Pilkada ini. Namun, netralitas mereka sangat penting demi menjaga demokrasi yang sehat. Saya harap semua pihak dapat mengikuti aturan yang telah ditetapkan undang-undang dan tidak melakukan intervensi apapun,” ungkap Made.
PDIP juga mengedepankan peran Bawaslu dan penegak hukum dalam mencegah terjadinya politik uang.
“Kami percaya bahwa Bawaslu dan penyelenggara pemilu akan bekerja secara profesional. Jika ada dugaan intervensi atau ketidaknetralan dari aparat, kami akan menyerahkan penilaian pada masyarakat dan siap melaporkannya jika ditemukan bukti kuat,” seru Made.
Seperti yang di muat di Rilpolitik.com (24/11/24) bahwa jika Pejabat negara dan anggota TNI/Polri yang terbukti tidak netral atau terlibat dalam pemenangan salah satu pasangan calon (paslon) dalam Pilkada bisa dipidana penjara.
Hal itu sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 136/PUU-XXII/2024 yang dibacakan Ketua MK Suhartoyo di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis (14/11/2024).
Dalam putusannya, MK memasukkan frasa “pejabat daerah” dan “anggota TNI/Polri” pada Pasal 188 Undang-Undang Pilkada Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.
Pasal 188 UU 1/2015 itu mengatur sanksi untuk pejabat negara, pejabat aparatur sipil negara, dan kepala desa, atau sebutan lain/lurah yang sengaja melanggar ketentuan Pasal 71 bisa dikenakan pidana penjara dan denda.
“Mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya,” ujar Ketua MK, Suhartoyo dalam persidangan, Kamis (14/11/2024).
Dengan adanya frasa “pejabat daerah” dan TNI/Polri” pada putusan tersebut, maka pejabat daerah dan TNI/Polri yang membuat kebijakan yang menguntungkan pasangan calon tertentu seperti dijelaskan pada Pasal 71, bisa dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 bulan atau paling lama 6 bulan, dan/atau denda paling sedikit Rp 600.000 atau paling banyak Rp 6 juta.
Sebagain informasi, permohonan uji materi ini diajukan oleh seorang konsultan hukum, Syukur Destieli Gulo.(Djoko W)