Prof. Drs. Sutiman Bambang Sumitro, SU., D.Sc : Indonesian Belum Sepenuhnya Menjadi Negara Industri
Minggu, 5 Januari 2025
Malangpariwara.com – Dosen Biologi Universitas Brawijaya (UB), Prof. Drs. Sutiman Bambang Sumitro, SU., D.Sc menyampaikan, banyak lulusan perguruan tinggi yang menganggur belum terserap di dalam dunia kerja.
“Permasalahan kita justru banyaknya pengangguran di perguruan tinggi. Mereka dipersiapkan sebagai penggerak perekonomian, untuk menjadi pemikir, perancang, penggagas, paling tidak adalah sebagai analis. Sepertinya berkaitan dengan posisi Indonesiayang belum banyak industri yang menyambungkan ranah hulu sampai ke hilir. Beda dengan lulusan SD, SMP atau SMA, yang saat ini lebih mudah memperoleh pekerjaaan,” kata Prof Sutiman, Minggu (5/1/2024).
Indonesia masih berposisi sebagai negara pasar, khususnya untuk industri-industri tertentu seperti bidang farmasi dan Kesehatan secara umum.
Prof Sutiman berharap, pemerintah Indonesia bisa memberi solusi terkait hal ini. Dia mencontohkan Tiongkok yang sedang terus mengejar ketertinggalan dari Amerika Serikat dalam bersaing merebut industri pasar dunia.
“Negara Cina itu mengejar Amerika, di dalam perkembangan teknologi, sains terapannya. Nah ini hanya bisa dilakukan kalau ada hubungan kerja yang bagus, antara perguruan tinggi dan industri ” katanya.
Dia juga mengaku sebagai akademisi memiliki persoalan yakni tidak semua produk riset yang telah dipatenkannya masuk ke sistem industri. Bahkan ada juga beberapa paten yang sudah dibeli dan dilakukan riset transformasinya berupa kajian “cost and benefit” sampai sekarang belum sampai ke pasar.
“Paten yang ada rasanya kayak dipateni (red, dimatikan). Berhenti menjadi dokumen untuk kinerja naik pangkat saja, dan akhirnya menjadi tumpukan dokumen yang tidak terimplementasikan,” katanya.
Alternatif untuk mengatasi kondisi yang ada, Prof Sutiman bersama beberapa kolega akademik maupun non akademik, mencoba mengembangkan riset berbasis komunitas. Mendirikan Lembaga penelitian, Institut Molekul Indonesia, yang bekerjasama dengan paguyuban seminat bernama Reverse Aging & Homeostasis Club.
Mereka adalah penerima manfaat hasil riset sekaligus juga penyumbang dananya. Kepuasan mereka, anggota klub, terhadap hasil riset ini adalah jaminan keberlanjutan program risetnya. Alhamdulillah, anggota klub semakin banyak sehingga memungkinkan melakukan trial fase tiga, selepas kajian in siliko, maupun in vivo dengan hewan coba, serta trial terbatas pada puluhan volunter.
“Saya mengembangkan metode peningkatan kualitas hidup untuk memperbaiki suplai gas-gas essential dalam bentuk gelembung nano ukuran 60-80 nanometer Gas-gas tersebut memiliki posisi penting dalam sistem penyelenggaraan energi dan gasotransmitter, dan sebetulnya merupakan gas-gas yang normal ada di dalam tubuh manusia. Tetapi mengalami masalah ketika seseorang menjadi menua atau ada penyakit-penyakit degeneratif,” katanya.
Jenis-jenis penyakit ini merupakan fenomena komplek yang perlu dipikirkan untuk diatasi tidak dengan sekedar dianalisis namun juga didekati secara komprehensif. Dalam idiom Bahasa inggris dikenal dengan “killing two birds with one stone”. Menyelesaikan masalah kompleks tadi dengan satu tindakan.
Data BPS yang menyebutkan harapan hidup adalah 72, 6 tahun, sayang sekali di jalanan, atau di tempat-tempat umum relative sangan sedikit dijumpai mereka yang berusia 60 tahun keatas. Ini artinya mereka tinggal di rumah, dan sangat boleh jadi menjadi beban keluarga karena permasalahan kualitas Kesehatan tubuh dan mentalnya. Umumnya pada usia ini mereka menderita penyakit degeneratif, “Seperti kanker, stroke, Alzheimer, gagal ginjal, hepatitis, Spasmofilia, Miastenia, autism, Lumpuh otak (cerebral palsy), dan down syndrom,” kata Sutiman kepada wartawan usai mengikuti sidang pleno terbuka majelis Wali amanat di Gedung Sakri UB. Minggu (05/01/25).( Djoko W)