28 Agustus 2025

AMARAH Brawijaya Nyatakan Sikap Tuntut Keadilan Kasus HAM Berat

img_1756275135486

Aliansi Mahasiswa Resah Brawijaya (AMARAH Brawijaya) menegaskan sikap kritis terhadap kedatangan Jaksa Agung Republik Indonesia, ST.Burhanuddin melalui pernyataan sikap.(Djoko W)

Rabu, 27 Agustus 2025

Malangpariwara.com
Aliansi Mahasiswa Resah Brawijaya (AMARAH Brawijaya) menegaskan sikap kritis terhadap kedatangan Jaksa Agung Republik Indonesia, ST.Burhanuddin melalui pernyataan sikap. Hal ini sebagai bentuk peringatan dalam memperingati September Hitam. Pernyataan Sikap ini dibacakan di depan Samantha Krida, Rabu (27/8/2025).

Koordinator pernyataan sikap, Muhammad Rangga Syawalluddin mengatakan bahwa Mahasiswa Universitas Brawijaya (UB) menyoroti pernyataan sewenang-wenang terkait dengan Semanggi I dan II dari Jaksa Agung ST. Burhanuddin pada Rapat Kerja dengan Komisi III pada Kamis (16/1/2020) silam.

“Kami menilai bahwa pernyataan tragedi Semanggi I dan II bukan termasuk pelanggaran HAM berat, tidak hanya menciderai keluarga korban, tetapi seluruh masyarakat Indonesia,” kata Rangga, Rabu (27/8/2025).

Rangga menyebut bahwa AMARAH Brawijaya juga menyoroti perihal lempar-lempar berkas antara KOMNAS HAM RI dan Kejaksaan Agung dalam menyelesaikan pelanggaran HAM. Ia menambahkan bahwa praktik lempar melempar berkas ini adalah salah satu wujud adanya impunitas dalam penegakan hukum di Indonesia.

“Daripada memberi kejelasan terhadap penegak hukum, kedua lembaga tersebut justru saling melempar tanggung jawab dan semakin jauh dari semangat penegakan HAM Indonesia,” ujarnya.

Selain itu, AMARAH Brawijaya juga mendesak Jaksa Agung untuk menyelesaikan kasus pelanggaran dari kematian aktivis Munir Said Thalib. Mengenai kasus demonstrasi di Jakarta, Rangga mengatakan bahwa di UB hanya fokus pada kasus pelanggaran HAM Munir.

“Bulan depan 7 September 2025, masuk tahun ke 21 kematian Cak Munir, yang mana Cak Munir adalah alumni kita semua, alumni kampus Brawijaya, kampus perjuangan. Kami fokus pada itu,” tegasnya.

Dalam aksi ini, Rangga menegaskan terdapat 7 poin yang disampaikan.

Pertama, menuntut KOMNASHAM RI untuk transparan dalam penyelidikan kasus Munir dan menuntut penetapan pembunuhan Munir sebagai pelanggaran HAM berat.

Kedua, menuntut pertanggungjawaban Jaksa Agung RI atas praktik impunitas dalam kasus Munir, Tragedi Kanjuruhan, dan 13 pelanggaran HAM berat.

Ketiga, menuntut tindak lanjut Kejaksaan Agung RI dalam berbagai kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia dengan melakukan penyidikan yang bertanggung jawab dan menuntut pembaruan dalam kebijakan lembaga yang mendorong aksi kolaboratif-konstruktif antara Kejaksaan Agung RI dengan KOMNASHAM RI dengan komitmen dalam mengusut tuntas seluruh pelanggaran HAM berat di Indonesia.

Keempat, mendesak Jaksa Agung ST. Burhanuddin untuk melakukan permintaan maaf secara publik atas pernyataan sewenang-wenangnya yang menganggap bahwa peristiwa Semanggi I dan II bukan pelanggaran HAM berat.

Kelima, Reformasi POLRI.

Keenam, Tetapkan Tragedi Kanjuruhan sebagai pelanggaran HAM berat.

Ketujuh, mengajak masyarakat seluruh Indonesia untuk turut serta mengawal penegakan kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia dengan terus menggaungkan tuntutan “Usut Tuntas” demi komitmen bangsa dalam menegakkan keadilan untuk seluruh masyarakat Indonesia.

Rangga mengatakan meskipun Jaksa Agung ST. Burhanuddin tidak datang di Universitas Brawijaya, Ia tetap melaksanakan aksi tersebut karena Mabespolri dan Kejari hadir dalam kegiatan seminar yang diadakan di UB.

“Jadi kami tetap melaksanakan aksi ini, walaupun tidak ada Jaksa Agung,” tutupnya.(Djoko W)