13 Oktober 2025

Tim Peneliti Melakukan Ujicoba Simulasi Sidang Secara Mandiri Berbasis Virtual Reality/Metaverse

img_Tim Peneliti Melakukan Ujicoba Simulasi Sidang Secara Mandiri Berbasis Virtual Reality/Metaverse

Tim Peneliti Melakukan Ujicoba Simulasi Sidang Secara Mandiri Berbasis Virtual Reality/Metaverse.(Djoko W)

Minggu, 12 Oktober 2025

Malangpariwara.com – Bayangkan sebuah persidangan berlangsung tanpa harus tatap muka, melainkan menggunakan bantuan alat Virtual Reality (VR).

Duduk di kursi hakim, hadir kuasa hukum penggugat dan tergugat, berbicara, dan berpendepat seperti di ruang sidang sesungguhnya meskipun semuanya adalah representasi virtual.

Itulah pengalaman baru yang sedang dikembangkan oleh tim Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) tengah mengembangkan simulasi sidang berbasis Virtual Reality (VR) dan kecerdasan buatan (AI).

Inovasi ini dirancang untuk melatih calon hakim masa depan agar siap menghadapi tantangan hukum di era digital.

Penelitian tersebut berjudul “Membangun Hakim Masa Depan: Penerapan Teknologi Metaverse dalam Simulasi Persidangan untuk Inovasi Pendidikan Hukum”.

Proyek ini dijalankan di bawah koordinasi Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) UMM.

Ketua tim peneliti, Nur Putri Hidayah, A.Md., S.H., M.H., menyebut riset ini sebagai inovasi penting dalam pendidikan hukum.

“Kami ingin menghadirkan pengalaman belajar yang bukan hanya interaktif, tetapi juga mencerminkan kompleksitas dunia hukum sebenarnya. Dengan teknologi metaverse dan AI, calon hakim dapat berlatih mengambil keputusan, menilai argumen, dan memahami dinamika ruang sidang secara langsung,” jelasnya.

Dalam uji coba, sistem simulasi memungkinkan pengguna untuk berperan sebagai hakim di ruang sidang digital tiga dimensi.
Sementara itu, tiga entitas virtual yang terdiri dari kuasa hukum penggugat, kuasa hukum tergugat, dan saksi dikendalikan oleh large language model AI. Ketiganya dapat berargumen, menanggapi, hingga menyajikan provokasi layaknya sidang sungguhan.

Hakim atau pengguna berkesempatan melakukan tanya jawab, menilai bukti, hingga mengambil keputusan hukum secara mandiri di dalam ruang sidang virtual. Kehadiran AI membuat dinamika argumentasi berjalan kompleks, sehingga pengalaman belajar menjadi lebih realistis.

Salah satu anggota tim, Ir. Galih Wasis Wicaksono, S.Kom., M.Cs., menegaskan bahwa teknologi dalam penelitian ini bukan hanya alat bantu.

“Inovasi ini katalis transformasi pendidikan hukum menuju pembelajaran yang lebih kontekstual, menarik, dan efisien,” ujarnya.

Tim peneliti sekaligus pengembang merupakan akademisi lintas disiplin di bidang hukum, teknologi informasi, dan rekayasa sistem cerdas. Mereka adalah Nur Putri Hidayah, Galih Wasis Wicaksono, M. Ilham Perdana, Ahmad Faiz, Andaru Adi Wardoyo, dan Cindy Monique.

Keseluruhan tim merupakan dosen, instruktur, dan alumni Prodi Hukum serta Prodi Informatika UMM.

Keterlibatan dua bidang ini menunjukkan pentingnya pendekatan multidisiplin untuk menjawab tantangan hukum modern yang tak lepas dari perkembangan teknologi.

Seluruh anggota berperan penting dalam merancang lingkungan virtual, mengembangkan AI percakapan hukum, hingga menyusun skenario argumentatif yang sesuai dengan kaidah persidangan di Indonesia.

Penelitian ini juga masuk dalam skema Penelitian Dasar Fundamental Reguler yang didanai Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi melalui Direktorat Jenderal Riset dan Pengembangan.

Tak hanya itu, proyek ini juga berkolaborasi dengan Badan Strategi Kebijakan, Pendidikan, dan Pelatihan Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung Republik Indonesia (BSDK MA RI).

Kolaborasi tersebut menghadirkan sinergi antara dunia hukum dan teknologi imersif yang semakin dibutuhkan di masa depan.

Riset ini diharapkan tidak hanya berguna sebagai media pembelajaran di ruang kelas, tetapi juga sebagai platform pelatihan hukum berskala nasional.

Dengan dukungan BSDK Mahkamah Agung RI, hasil penelitian ini dapat menjadi pijakan menuju pengadilan digital Indonesia yang lebih cerdas, efisien, dan inklusif.

Melalui penggabungan kecerdasan buatan, hukum, dan metaverse, penelitian ini mendefinisikan ulang cara keadilan dipelajari dan disimulasikan di abad ke-21.

Langkah ini menunjukkan bahwa Indonesia tidak hanya mengikuti tren global, tetapi juga mampu menciptakan arah baru dalam pendidikan hukum digital, membentuk hakim masa depan yang tidak hanya memahami hukum, tetapi juga melek teknologi, berpikir adaptif, dan berjiwa inovatif.(Djoko W)