Malangpariwara.com – Universitas Brawijaya melalui Team Emergency Disaster (TED UB) mengadakan Pendidikan dan Pelatihan Peningkatan Kapasitas Relawan Emergency Medical Team (EMT), Sabtu (1/10/2025) di Graha Medika Fakultas Kedokteran.
Kegiatan yang akan berlangsung hingga Minggu, (2/10/2025) ini, menjadi bagian dari upaya UB mencetak mahasiswa tanggap darurat dan siap menjadi first responder saat terjadi bencana maupun kondisi gawat darurat.

Pelatihan ini menghadirkan sejumlah narasumber dari berbagai bidang keilmuan. Seperti Kristanto Adi Nufroho (K3L UB), Mukhamad Fathoni (Fakultas Ilmu Kesehatan), Muhammad Sunarto dan Ulifa Rahma (Layanan Konseling UB), Aurick Yudha Nagara (Fakultas Kedokteran), serta Sekar Arum Nuswantari dan Mega Annisa (Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik).
Kegiatan ini merupakan bagian dari program Global UB di bawah naungan Disaster Mitigation and Resilience Institute (DMRI).

Prof Dr Ir Moch Sasmito Djati, menyampaikan bahwa kegiatan ini mendukung visi UB dalam mencetak mahasiswa berwawasan global, termasuk dalam kesiapsiagaan menghadapi bencana.
“Kami ingin mahasiswa UB siap mengglobal, termasuk dalam hal kesiapsiagaan bencana. Ini bentuk pendidikan praktis agar kita bisa lebih akrab dengan alam dan siap menghadapi keadaan darurat,” ujar Sasmito.

Sementara itu, Ketua Pelaksana, dr. Aurick Yudha Nagara, Sp.EM, menekankan pentingnya peran mahasiswa dalam menghadapi bencana, mengingat jumlah tenaga medis yang terbatas.
“Penolong di situasi bencana bisa saja mengalami trauma atau bahkan kehilangan nyawa, sementara tenaga kesehatan kita terbatas. Nah, di sinilah mahasiswa bisa berperan sebagai first responder,” jelasnya.
Peserta pelatihan berasal dari Korps Sukarela, Lakesma Fakultas Kedokteran, dan FIKES UB. Mereka mendapat materi tentang identifikasi risiko bencana, komunikasi krisis, serta kesehatan jiwa, dilengkapi dengan praktik pertolongan pertama dasar seperti CPR dan pengelolaan jalan napas (airway management).
“Ada tiga fokus utama dalam pelatihan ini, yaitu identifikasi risiko bencana, komunikasi krisis, dan kesehatan jiwa,” terang dr Aurick.
dr. Aurick juga menambahkan bahwa pelatihan ini ke depan akan dibuka untuk mahasiswa non-kesehatan agar seluruh sivitas UB memiliki kemampuan dasar dalam menghadapi bencana.
“UB punya sekitar 75 ribu sivitas akademika. Kami ingin mengembangkan konsep ini dulu di internal UB sebelum berjejaring dengan universitas lain,” tambahnya.
Selain mendapatkan pengalaman lapangan, peserta juga akan memperoleh sertifikat resmi dari Kementerian Kesehatan RI sebagai sertifikat pendamping kompetensi.
“Setelah lulus pelatihan ini, peserta akan mendapat sertifikat resmi hasil kerja sama dengan Kemenkes. Sertifikat ini bisa jadi nilai tambah kompetensi mereka,” ujar Aurick.
Melalui kegiatan ini, UB berharap semakin banyak mahasiswa yang ikut berpartisipasi, sehingga ke depan semakin banyak garda muda kampus yang siap siaga menghadapi berbagai situasi bencana.

Salah satu panitia, Aldannu Tata Seplian Wibowo, fakultas ilmu sosial dan politik menjelaskan pelatihan ini ditujukan bagi mahasiswa awam yang belum memiliki pengetahuan dasar tentang penanganan gawat darurat. Ada tiga topik utama.
“Pertama itu tentang gimana caranya identifikasi resiko. Jadi yang hadir di sini ini akan diperkenalkan gimana sih caranya kita itu bisa mengenali sekitar kita ini ada bahaya apa,” ujarnya.
Kedua, mereka diberikan pelatihan mengenai cara mengkomunikasikan krisis. Dan yang ketiga, pelatihan kesehatan jiwa, bagaimana mendampingi teman yang mengalami stres atau depresi.
Selain itu, peserta juga mendapat materi praktik dasar seperti CPR dan RW. Dua kemampuan yang dinilai penting untuk penanganan kondisi darurat.
“Sebenarnya ini salah satu materi yang kalau di luar negeri ini sudah dihasilkan sejak di tingkat sekitar SD, SMP. Nah, sayangnya di Indonesia belum. Makanya kita coba perkenalkan itu karena itu memang pertolongan yang paling basic yang bisa diberikan sebagai seorang awam,” tandas Aldhanu.(Djoko W)(ADV)






