Wongso Suseno: Sang Perintis yang Mengangkat Tinju Indonesia ke Panggung Internasional Berpulang

Malangpariwara.com – Wongso Suseno, petinju legendaris meningal dunia karena sakit pada Senin (17/11/2025) pukul 04.30 di RKZ Malang.

Dikutip dari FB (Sudarmaji Ijamradus), Wongso asal Malang adalah petinju juara Indonesia legendaris asuhan alm Setiyadi Laksono, Sawunggalig BC Surabaya, yang juga juara OPBF (Oriental Pacific Boxing Federation), dan pelatih Javanoea BC Malang.

Di Indonesia, nama Wongso punya dua wajah yang sama-sama dikenang di dunia adu jotos.

Ada Wongso Suseno, juara OPBF kelas Welter Junior 63.503 kilogram. Ada pula Wongso Indrajit, juara Indonesia kelas Bantam Junior 52.163 kilogram.

Dua petinju, dua generasi, satu garis darah. Wongso Suseno adalah paman kandung dari mendiang Wongso Indrajit, seolah tinju sudah mengalir di nadi keluarga mereka.

Namun di antara keduanya, satu nama yang gema prestasinya berdentum paling keras di panggung nasional.

Wongso Suseno, petinju Malang kelahiran 17 November 1945 yang mengubah peta tinju Indonesia dan menorehkan sejarah di level internasional.

Dari Anak Kampung ke Arena Pertaruhan Nyawa

Tidak ada yang menyangka anak ke-8 dari 9 bersaudara itu kelak menjadi ikon olahraga. Hidupnya sederhana, lingkungannya biasa saja, tapi tekadnya berbeda.

Ia tumbuh seperti baja yang ditempa pelan oleh keadaan, menemukan jalannya ke sasana tinju, dan jatuh cinta pada kerasnya latihan yang mengubah tubuh dan mentalnya.

Kariernya dimulai dari ring amatir, namun gairahnya terlalu besar untuk dibatasi. Ia melangkah ke dunia profesional, menghadapi petinju-petinju Asia yang lebih berpengalaman.

Tahun 1965, ia menantang Mohd Ali dari Malaysia. Wongso kalah lewat Knock Out, tetapi kekalahan itu justru menjadi batu loncatan.

Ia kembali berlatih, lebih keras, lebih terarah, seakan ingin menagih pembuktian pada masa depan.

28 Juli 1975: Hari Ketika Indonesia Mengangkat Tinju ke Langit Asia

Semua kerja keras itu membuahkan puncaknya pada malam bersejarah di Istora Senayan.

Di depan sorotan lampu dan dukungan ribuan penonton, Wongso Suseno menghadapi Chang Kil Lee dari Korea Selatan.

Pertarungan itu sengit. Dua gaya saling bertabrakan: teknik cepat petinju Korea melawan ketangguhan dan tekanan bertubi-tubi Wongso.

Hingga akhirnya, Indonesia bersorak. Wongso Suseno dinyatakan menang dan merebut gelar juara OPBF kelas Welter.

Dengan kemenangan itu, ia resmi menjadi petinju profesional Indonesia pertama yang meraih gelar internasional. Tidak hanya sebuah kemenangan pribadi, tapi sebuah tonggak sejarah untuk bangsa.

Jejak Pertarungan yang Mengukir Legenda

Karier Wongso tercatat lewat serangkaian pertarungan keras yang membangun reputasinya:

1. Wongso Suseno vs Chang Kil Lee (28 Juli 1975, Istora Jakarta)

Pertarungan paling monumental dalam hidupnya. Kemenangan ini mengangkat nama Indonesia ke pentas tinju Asia.

2. Wongso Suseno vs Art Alcantara (23 Mei 1975, Jakarta)

Duel menuju tangga juara. Lewat split decision selama 10 ronde, Wongso memenangi laga penting ini dan membuka jalan menuju partai OPBF.

3. Wongso Suseno vs Sang Hyun Kim (24 Januari 1977, Jakarta)

Dalam 12 ronde melelahkan, Wongso menunjukkan kecerdasan strateginya. Ia menang lewat keputusan wasit dan mempertegas posisinya sebagai ancaman di kawasan Asia.

4. Wongso Suseno vs Juan Jose Gimenez (3 Juli 1977, Surabaya)

Meskipun kalah lewat keputusan wasit, pengalaman menghadapi petinju Spanyol ini memperkaya kemampuan bertarungnya dalam membaca variasi gaya Eropa.

5. Wongso Suseno vs Dan DeGuzman (10 April 1976, Jakarta)

Lewat kemenangan TKO di ronde 11, ia menegaskan ketahanan fisik dan mentalnya. Laga ini menjadi bukti bahwa Wongso tidak sekadar teknis, tetapi juga tangguh secara emosional.

Lainnya:

Kehilangan gelar setelah kalah angka dari petinju Filipina Moises Contija di Istora Senayan Jakarta 29 September 1977.

Dalam kurun waktu 1975–1977 lebih dari tujuh kali melakukan pertandingan nongelar.

Pada 12 Agustus 1982 mengundurkan diri dari ring tinju setelah kalah KO pada ronde ke-3 dalam perebutan gelar kelas Welter OPBF melawan Hwang Jun Sok dari Korea Selatan di Seoul, (01/08/1982).

Setiap pertarungan bukan hanya soal menang atau kalah. Bagi Wongso, semuanya adalah proses menempa diri, menginspirasi, dan mendorong batas kemampuan seorang petinju Indonesia.

Warisan Setelah Saat Lonceng Terakhir

Tahun 1979 menjadi penutup perjalanan profesionalnya. Namun pensiun tidak membuatnya menjauh dari tinju.

Wongso Suseno tetap hadir di sasana, menyulam ilmu dan etos kerjanya ke dalam diri generasi muda.

Ia membimbing para pemula dengan sabar, menanamkan filosofi bahwa tinju bukan tentang kekerasan, melainkan seni keberanian dan disiplin.

Banyak petinju muda yang tumbuh dari sentuhan tangannya, meneruskan semangat yang ia wariskan.

Sang Pelopor yang Membuka Jalan

Di balik senyumnya yang tenang, Wongso Suseno menyimpan cerita tentang pertandingan berat, rasa sakit, dan tekad baja.

Ia adalah pemecah jalan yang membawa tinju Indonesia menembus batas.

Dari ring sederhana di Malang hingga arena internasional, ia membuktikan bahwa mimpi besar bisa lahir dari tempat yang paling sederhana.

Nama Wongso Suseno tidak sekadar catatan sejarah.

Ia adalah simbol tentang bagaimana keberanian, kerja keras, dan hati yang tidak pernah menyerah bisa mengubah arah sebuah olahraga dan menginspirasi generasi setelahnya. (*)