2 Juli 2025

Terpisah Suami dan Anak Jadi Korban Tragedi Kanjuruhan

IMG-20221004-WA0136

Caption :Elmiati saat berfoto (Alm) suaminya Rudi Haryanto dan (Alm) Putranya Muhamad Virdy Prayoga (3.5) warga Jalan Sumpil II Kota Malang saat foto di stadion Kanjuruhan Kabupaten Malang(Yon)

Selasa, 4 Oktober 2022

Malangpariwara.com
Bayangan insiden mengerikan di Kanjuruhan pasca peluit panjang usai pertandingan lanjutan Liga 1 BRI antara Arema VS Persebaya berakhir 2-3 dimenangkan tim Tamu tak bisa hilang begitu saja.

Hal mengerikan dialami Elmiati ( 33) warga Jalan Sumpil Gang II No 63.B RT 01 RW 13 Kelurahan Purwodadi Kota Malang.

Gak kebayang sebelumnya kalau musibah itu datang pada keluarga kecilnya.

Sumiati kehilangan suami dan anak semata wayang akibat insiden itu.

Elmiati menceritakan apa yang dialaminya. Sabtu (1/10/22), dia bersama
suaminya Rudi Haryanto (34) dan (Alm) Muhamad Virdy Prayoga (3.5) berangkat ke Kanjuruhan untuk nonton bola Derbi Jatim antara Arema VS Persebaya.

” Kami berkumpul dirumah saudara untuk berangkat bersama sama selepas magrib.

Sesampai di stadion Kanjuruhan bersama saudaranya, Elmiati Mengambil tempat di sebelah selatan tribun.

Tragedi bermula ketika pertandingan selesai mendadak terjadi insiden, Suporter panik ketika ditembak gas air mata oleh petugas keamanan (Brimob ).

Dibawah kepulan asap gas air mata Sumiati dan keluarganya brusaha keluar sadion menyelamatkan diri menerobos kerumunan Aremania yang juga Sam sama berusaha menyelamatkan diri lewat pintu 13 yang ternyata terbuka tidak penuh hanya cukup satu orang saja.

Akibat berdesakan berebut keluar, Sumiati terpisah dari suami dan anaknya. Dia berhasil ditolong seseorang dalam kondisi sekarat karena mengalami sesak nafas dan mata pedih.

Sumiati kebingungan melihat mayat bergelimpangan manusia bertumpukan di pintu keluar.

Informasi yang di dapat dari rekan rekannya sesama Aremania sekitar pukul 01.00 Minggu (2/10/2022) korban Muhamad Virdy Prayoga di rumah sakit Kanjuruhan, sedangkan suami Elmiati( Rudi Haryanto )di rumah sakit Wava Husada.

Kedua jenazah Bapak dan anak diangkut Ambulance
Dikirim ke rumah duka Sumpil Gang II No 63.B RT 01 RW 13 Kelurahan Purwodadi Kota Malang.

Keduanya dimakamkan di TPU Sumpil Purwodadi Kota Malang.

Retno Listyarti (Komisioner KPAI) menyatakan bahwa sebagai Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyampaikan duka mendalam atas jatuhnya ratusan korban jiwa dan luka-luka dalam tragedi kemanusiaan yang terjadi di Stadion Kanjuruhan, Malang (Jawa Timur) usai laga pertandingan sepakbola Arema vs Persebaya pada tanggal 1 Oktober 2022.

Ratusan korban jiwa dan luka luka akibat tragedi ini menjadi perhatian khusus KPAI.

Dikatakan Retno Listyarti,
Tragedi kemanusiaan di dunia sepakbola terbesar pernah terjadi pada tahun 1964 di kota Lima, Peru yang menewaskan 328 jiwa dan penyebabnya sama seperti di stadion Kanjuruhan, yaitu penggunaan gas air mata oleh aparat.

Gas air mata memang sangat berbahaya, terlebih bagi anak. Karena Efek yang dirasakan dari gas air mata memang sangat fatal untuk anak, yaitu:

  • Di kulit: rasa terbakar.
  • Di mata: rasa perih, keluar air mata.
  • Di saluran pernafasan: hidung berair, batuk, rasa tercekik.
  • Di saluran pencernaan: rasa terbakar yg parah di tenggorokan, keluar lendir dari tenggorokan, muntah.
  • Jika serbuk tsb masuk hingga ke paru-2: menyebabkan nafas pendek-2, sesak nafas, rasa terbakar di paru-2.
    Respon tsb merupakan cara sistem pertahanan tubuh kita unt mengeluarkan serbuk yg berbahaya tsb dari tubuh kita.

“Itulah mengapa penggunaan gas Air mata tersebut dilarang oleh FIFA. FIFA dalam Stadium Safety and Security Regulation Pasal 19 menegaskan bahwa penggunaan gas air mata dan senjata api dilarang untuk mengamankan massa dalam stadion”, ujar Retno.

Sejak awal panitia memang sudah mengkhawatirkan pertandingan ini dan meminta kepada Liga (LIB) agar pertandingan dapat diselenggarakan sore hari untuk meminimalisir resiko. Tetapi sayangnya pihak Liga menolak permintaan tersebut dan tetap menyelenggarakan pertandingan pada malam hari.

“Memang membawa anak-anak dalam kerumunan massa sangat berisiko, apalagi di malam hari, karena ada kerentanan bagi anak-anak saat berada dalam kerumunan, karena kita tak bisa memprediksi apa yang akan terjadi dalam kerumunan tersebut. Namun, masyarakat mungkin membutuhkan hiburan pasca pandemi 2 tahun lalu”, urai Retno.

KPAI mendesak Pemerintah untuk segera melakukan penyelidikan terhadap tragedi ini yang mengakibatkan Jatuhnya ratusan Korban jiwa dan korban luka, termasuk anak-anak dengan membentuk tim penyelidik independen .

Mendorong KAPOLRI untuk melakukan Evaluasi secara Tegas atas Tragedi yang terjadi yang memakan Korban Jiwa baik dari masa suporter maupun kepolisian;

Mendorong Pemerintah Tetapkan Hari Berkabung Nasional Atas Tragedi Tewasnya ratusan Supporter di Kanjuruhan, termasuk korban usia anak dan mengheningkan cipta serentak selama 3 menit;

Mendorong Negara cq. Pemerintah Pusat dan Daerah terkait untuk bertanggung jawab terhadap jatuhnya korban jiwa dan luka-luka dalam tragedi Kanjuruhan, Malang. Tak sekedar santunan, namun rehabilitasi psikis bagi para korban, terutama anak-anak yang saat ini masih dirawat di rumah sakit.

“Begitupun bagi anak-anak yang orangtuanya meninggal saat tragedy ini butuh dukungan negara, karena mereka mendadak jadi yatim atau bahkan yatim piatu, tulang punggung keluarganya ikut menjadi korban tewas dalam peristiwa ini”, pungkas Retno.(Yon/Djok)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *