22 Agustus 2025

Dua Putrinya Meninggal Dunia Tragedi Kemanusiaan Kanjuruhan, Devi Athok : Ini Genosida

IMG-20221011-WA0126

Caption : Foto dua putri dari Devi Athok Yulfitri yang meninggal dunia akibat kerusuhan suporter bentrok dengan aparat di Stadion Kanjuruhan Kabupaten Malang.(Yon)

Selasa, 11 Oktober 2022

Malangpariwara.com – Pengamanan sepakbola di Stadion Kanjuruhan tidak seperti biasanya. Hal itulah yang membuat batin Devi Athok Zulfitri (48) terguncang. Athok menyesal karena tidak bisa menyelamatkan dua putrinya yang menjadi korban dalam Tragedi Kanjuruhan, Sabtu, (1/10/2022).

“ Semoga arwah kedua anak saya tenang di alam sana, semoga Allah mengampuni dosa dosanya dan menempatkannya dalam surga,” ungkap Athok, Minggu (9/10/2022) di rumahnya Jalan Krebetsenggrong.

Athok ayah dari dua Aremanita yang meninggal dunia dalam Tragedi Kanjuruhan.(Yon)

Athok ayah dari dua Aremanita yang meninggal dunia dalam Tragedi Kanjuruhan. Athok tinggal di Desa Krebet Senggrong, Kecamatan Bululawang, Kabupaten Malang. Kedua putri Athok bernama Natasha Deby Ramadhani (16) sekolah di SMKN 1 Kota Malang dan Nayla Deby Anggraeni (13) sekolah di SMPN 2 Bululawang .

Athok bercerita, kedua putrinya adalah hasil pernikahan dengan Geby Asta (43). Athok berpisah dengan Geby delapan tahun lalu. Pernikahan itu membuahkan dua buah hati. Yakni Natasha dan Nayla. Usia bercerai, kedua putrinya ikut Geby sang ibu. Tragisnya, Geby juga meregang nyawa bersama dua putri kesayangannya di tragedi Kanjuruhan malam itu. “Geby mantan istri saya juga meninggal dunia,” katanya.

Athok mengatakan, dua putrinya meninggal sangat terpukul dengan melampiaskan amarahnya pada semua orang yang ada di Rumah Sakit Wava Husada, Kepanjen, malam itu juga.

“Waktu itu saya sudah gelap mata. Sedih, marah dan tak tahu harus berbuat apa. Saya marah betul. Maaf untuk pihak rumah sakit, saya emosi sekali ketika itu. Sekali lagi tolong maafkan saya,” ucapnya.

“Tasha mewarisi kecintaan saya terhadap sepakbola dan pendukung Arema. Sejak kecil, Tasha sudah sering ikut saya melihat pertandingan Arema. Tidak hanya laga home. Saya dan Tasha kerap mengikuti tim Arema jika bertanding ke luar Kota. Ke Jakarta, Magelang sampai ke Bali,” Kenang Athok.

Hal inilah yang membuat batin Athok terpukul. Ia tak mengira laga Arema melawa Persebaya Sabtu 1 Oktober 2022, merenggut tiga perempuan hebat dalam hidupnya.

Ketiga jasad orang yang dicintai Athok di makamkan di pemakaman desa Wajak, Kabupaten Malang, secara berdampingan. Athok pun mendesak Tragedi Kanjuruhan diusut tuntas. Pelaku penembakan gas air mata harus ditangkap. Diseret ke pengadilan dan bertanggung jawab atas hilangnya nyawa 131 orang.

“Ini bukan kerusuhan suporter bola mas. Ini sudah genosida penembakan gas air mata. Pembunuhan, karena gas air mata efeknya tidak seperti itu. Saya ini berkali-kali terkena gas air mata ,” ujar Athok.

Athok mengisahkan, sampai hari ini ia masih menyimpan baju kedua putrinya. Baju itu, terdapat noda membekas pada bau gas air mata yang menurut Athok, menyerupai bau amoniak.

“Baju Tasha dan Nayla masih saya simpan. Ada bekas seperti bau amoniaknya. Kalau jasadnya utuh, tidak ada luka luka. Hanya di dada atas ada luka seperti menghitam. Lalu ada kayak yang terbakar di bagian wajah. Ini pasti bukan gas air mata biasa,” tuturnya.

Soal gas air mata, Athok dan Tasha pernah mengalaminya ketika Arema bermain ke Magelang.

“Saat saya dan Tasya ikut ke Magelang. Kami ditembaki gas air mata. Bahkan itu gas saya ambil lagi, saya lempar lagi. Ditembak lagi, saya ambil lagi dan lempar. Itu efeknya tidak seberapa, hanya pedih di mata, setelah itu hilang dan sembuh. Tasya juga kena waktu itu. Tapi tidak berefek fatal,” paparnya.

“Saya bekerja, Tasya pamit mau nonton. Saya sempat khawatir. Apalagi ketika itu Tasya, Geby dan Nayla, duduk di tribun selatan. Selama ini Tasya tidak pernah nonton di tribun selatan. Selalu sama saya dan duduk di tribun Utara. Setelah pertandingan, saya dapat kabar ada ricuh. Saya ke Kanjuruhan. Suasana di depan stadion sudah ramai ketika itu. Saya cari anak saya dan bertemu di rumah sakit,” kenang Athok.

Tiga perempuan istimewanya meninggal dunia karena korban Tragedi Kanjuruhan akibat pemicu gas air mata yang ditembakkan ke tribun.

“Saya menuntut kejadian ini diusut tuntas. Saya yakin ini bukan gas air mata biasa. Karena saya sudah sering merasakan tembakan gas air mata. Tapi efeknya tidak seperti ini. Semua yang bersalah, harus dihukum,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *