Kuasa Hukum Pemilik Tenant: Pernyataan Force Majeure dari Manajemen Malang Plaza Terlalu Dini

Foto tim kuasa hukum para pemilik Tenant Malang Plaza diantaranya Gunadi Handoko, SH, MM, M.Hum, C.L.A, William Surya Putra Handoko, SH, M.Kn dan Malvin Hariyanto, SH, C.C.D .(Foto: Djoko W)
Sabtu, 6 Mei 2023
Malangpariwara.com –
Sayangkan pernyataan yang menyebut bahwa kebakaran Malang Plaza beberapa waktu lalu merupakan kejadian Force Majeure, sejumlah pemilik tenan korban kebakaran ramai ramai minta bantuan hukum.
Gunadi Handoko, SH, MM, M.Hum, C.L.A bersama tim terdiri dari William Surya Putra Handoko, SH, M.Kn dan Malvin Hariyanto, SH, C.C.D di tunjuk para pemilik Tenant Malang Plaza sebagai kuasa hukum.

Redam spekulasi menyesatkan yang semakin berkembang di masyarakat, tim kuasa hukum para pemilik Tenan yang di ketuai Gunadi Handoko, SH, MM, M.Hum, C.L.A akhirnya menggelar konferensi pers, Sabtu (6/5/23) di sebuah Hotel ternama di Malang.
Dalam ulasannya Gunadi mengatakan, ada beberapa hal yang menjadi alasan pihaknya menyayangkan pernyataan Manajemen Malang Plaza bahwa peristiwa itu adalah force majeure.
Sebagai informasi, Force majeure adalah klausul yang termasuk dalam kontrak untuk menghapus tanggung jawab atas bencana alam dan tidak dapat dihindari yang mengganggu jalannya peristiwa yang diharapkan dan mencegah pihak terkait memenuhi kewajiban.
Dalam hal ini, menurut advokat kondang yang berkantor di Jl. Semeru No.21, Oro-oro Dowo, Kec. Klojen, Kota Malang, Jawa Timur tersebut, bahwa pernyataan tersebut (Force Majeure dari Manajemen Malang Plaza) itu terlalu dini untuk diputuskan dan disampaikan ke publik. Pasalnya, sampai saat ini aparat berwenang masih melakukan penyelidikan dan belum mengumumkan hasilnya secara resmi.
“Kalau menilai tindakan, ini kan melibatkan instansi terkait. Yakni kepolisian negara yang berhak mengeluarkan statement hasil (penyelidikan), terutama terkait hasil labfor (laboratorium forensik,” ujarnya.

Untuk itu dengan tegas Tim Kuasa hukum menyatakan bahwa pihak manajemen tidak berhak menyatakan bahwa peristiwa itu adalah force majeure. Apalagi, pihak Polda Jatim baru saja mengambil sampel untuk diuji di Labfor.
“Itu statement terlalu dini dan premature, mendahului apa yang disampaikan labfor Polda Jatim,” tukas Gunadi.
Sementara itu, sejumlah pihak juga menyatakan bahwa ada kelalaian sehingga peristiwa itu terjadi. Dalam hal ini, Gunadi mengatakan jika benar itu kelalaian, tetap harus ada konsekwensi hukumnya.

Terkait hal ini, pihaknya menyoroti keberadaan sertifikat laik fungsi (SLF) yang disebut tak dimiliki oleh Manajemen Malang Plaza. Padahal, SLF merupakan syarat yang diatur dalam UU 28 2002.
Dimana pada pasal 44 disebutkan, setiap pemilik bangunan dan atau pengguna yang tidak memenuhi kewajiban pemenuhan fungsi persyaratan, akan dikenai sanksi administrasi dan atau pidana.
“Jadi jelas jika pemilik tidak memenuhi kewajiban, itu ada sanksi. Mengacu pada regulasi itu, saya katakan jika, Malang Plaza ini tidak ada SLF, maka tentu itu adalah pelanggaran peraturan. Dan ini yang disebut secara pidana kelalaian,” terang Gunadi.
Dalam hal ini, jika Malang Plaza terbukti tak mengantongi SLF, maka menurutnya dapat memenuhi unsur kelalaian pada pasal 188 KUHP. Dengan ancaman hukuman hingga penjara 5 tahun.
“Dan ini yang menyebabkan kebakaran tidak dapat dicegah maksimal. Kita semua tahu, bahwa bangunan gedung ada prosedur penanggulangan dan pencegahan kebakaran. Ini lah yang membawa dampak kerugian, pembeli dan penyewa yang punya barang-barang yang tak dapat diselamatkan,” pungkas Gunadi Handoko. (Djoko W)