Malangpariwara.com – Politeknik Negeri Malang (Polinema) Juara I KBGI Baja 2025: Akral Baswara – Politeknik Negeri Malang.
Kompetisi Bangunan Gedung Indonesia (KBGI) XVI 2025 telah sukses diselenggarakan di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) pada 12-17 November 2025.
KBGI XVI ini merupakan ajang bergengsi bagi mahasiswa teknik sipil untuk menunjukkan inovasi, kreativitas, dan kemampuan rekayasa struktur dalam merancang dan membangun model bangunan gedung.
Tema dan Klasifikasi Kompetisi
Tema KBGI XVI 2025 adalah “Bangunan Gedung Cepat Bangun, Kokoh, Awet, dan Tahan Gempa: Pilar Infrastruktur untuk Asta Cita”. Kompetisi ini memiliki dua klasifikasi, yaitu:
– Klasifikasi Model Bangunan Gedung 10 Lantai dengan Struktur Baja
– Klasifikasi Model Bangunan Gedung 10 Lantai dengan Struktur Beton Pracetak
Pemenang KBGI XVI 2025 ini diharapkan dapat meningkatkan kompetensi mahasiswa teknik sipil dan mendukung pembangunan infrastruktur berkelanjutan di Indonesia .
Dosen Teknik Sipil Polinema sekaligus pembimbing tim, Sonia, menjelaskan Polinema sebelumnya mengirimkan satu tim untuk kategori Beton Pracetak pada lomba KBGI yang berlangsung di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) pada 12–16 November 2025.

Dalam kompetisi tersebut, peserta diwajibkan merakit bangunan beton secara langsung selama lima jam sebelum diuji menggunakan shaking table dengan frekuensi guncangan meningkat hingga 5,5 hertz.
Bangunan Polinema menjadi satu-satunya yang mampu bertahan tanpa kerusakan pada frekuensi 3,5 hertz, sehingga meraih Juara Kategori Seismik dan sekaligus Juara 1 KBGI Beton Pracetak 2025.
“Kategori seismik ini proporsinya lebih besar, sekitar 70 persen. Sehingga kami mendapatkan juara satu untuk KBGI beton pracetak,” jelas Sonia.
Karena bangunannya tidak mengalami kerusakan pada skala tersebut, Polinema ditetapkan sebagai juara.
Ia menambahkan, tahapan seleksi dimulai dari pengiriman proposal hingga dipilih delapan peserta terbaik yang berhak mengikuti tahap perakitan di UNY.
Meski hanya dua mahasiswa yang merakit bangunan saat lomba, total 16 mahasiswa terlibat dalam proses fabrikasi. Mereka berasal dari Program Studi MRK dan TRKJJ.
Kami, sambung Sonia, membuat semua komponennya sendiri selama dua bulan.
“Dari mulai kita ngecor, sampai kita fabrikasi sambungan, kita membuat fasad luarnya. Itu semua teman-teman yang membuat dari nol,” ungkapnya.
Tantangan yang harus dihadapi oleh tim
Banyak tantang dihadapi. Baginya, tantangan terbesar adalah merancang bangunan yang fleksibel, tidak kaku, namun tetap mampu menahan guncangan kuat tanpa kerusakan. Tim melakukan berbagai percobaan campuran beton dan sambungan hingga menemukan formulasi paling ideal.
Bangunan dirancang dengan mengambil lokasi asumsi di Kota Padang, daerah rawan gempa dan dekat pesisir. Tim memilih menggunakan campuran abu sekam untuk meningkatkan ketahanan terhadap sulfat, yang umum ditemukan di lingkungan pesisir.
“Apabila beton dicampur oleh abu sekam, dia akan lebih tahan terhadap sulfat. Karena lingkungan di sekitar pesisir pantai itu umumnya itu adalah lingkungan dengan tinggi sulfat,” ujar Sonia.
Bangunan yang dirancang juga dinilai dapat diaplikasikan untuk daerah tanah gerak, termasuk wilayah Malang, karena pengujiannya menggunakan prinsip guncangan dari dasar tanah.
Melihat prestasi ini, Ketua Jurusan Teknik Sipil Polinema, Mohamad Zenurianto mengapresiasi pencapaian tim. Ia mengatakan Polinema sebenarnya mengirim enam proposal untuk KBGI, dua kategori jembatan, dua bangunan baja, dan dua bangunan beton, namun hanya satu yang lolos sampai ke final.
“Lawannya ITB, ITS. Jadi yang memang injenir-injenirnya cukup kuat ya, termasuk UB, UMM, UM. Terus kemudian UNY sendiri sebagai tuan rumah,” jelasnya.
Zenurianto juga menyoroti inovasi material baru ramah lingkungan yang dikembangkan mahasiswa. Meski komponennya berukuran kecil dan pengerjaannya rumit, material tersebut mampu bertahan pada uji shaking table hingga 3,5 hertz, sementara tujuh finalis lain mengalami kerusakan pada level tersebut. (Djoko W)






