Implementasikan Gagasan Orang Tua, Ari Jadi Lulusan Terbaik Teknik Mesin D-3 ITN Malang
Minggu, 28 November 2021
MALANGPARIWARA.COM-
Mesin Batik Cap ITN Malang Membawa
Lalu Moch Syarif Hidayatullah, lulusan terbaik Teknik Mesin D-3 ITN Malang pada wisuda ke-66 periode II tahun 2021.
Batik menjadi ciri khas budaya nasional. Sebagai identitas bangsa sekaligus aset budaya, batik perlu dilestarikan. Batik bisa dibuat secara manual dengan peralatan konvensional, maupun dengan sablon/printing.
Barangkat dari orangtuanya yang bermimpi menjadikan Batik Cap motif candi sebagai ikon Batik Malang dan belum kesampaian menggelar Iven batik terpanjang yang tentunya akan dicatatkan ke Rekor Muri Indonesia, memantik Ari mulai melakukan riset pembuatan mesin batik cap.
Putra dari mantan Rektor ITN Malang 2015 Prof. Dr. Ir. Lalu Mulyadi, MT, ini membuat mesin batik cap
bentuknya seperti stempel berukuran 20 cm x 20 cm. Aplikasinya di kain juga sama seperti stempel, hanya saja yang digunakan adalah cairan lilin (malam).
Menurut penjelasan lulusan terbaik Teknik Mesin D-3 ITN Malang pada wisuda ke-66 periode II tahun 2021 lalu
“Kalau canting cap yang mengoperasikan adalah manusia dengan menstempel kain dengan malam secara berurutan tapi beda dengan yang saya buat yaitu mesin batik cap,” terangnya.
Lulusan terbaik Teknik Mesin D-3 akrap di panggil Ari ini membuat Perencanaan Transmisi Mesin Batik Cap ITN Malang.
“Mesin ini sebenarnya dibuat agar ITN mempunyai batik sendiri. Dengan mesin buatan mahasiswa sendiri (ITN Malang). Jadi, bisa untuk mencetak batik dengan cara otomatis dan mempermudah pengerjaannya,” ujar Ari beberapa waktu lalu usai di wisuda.
Transmisi pada Mesin Batik Cap ITN Malang ini memiliki tujuan, yaitu untuk mengetahui perancangan komponen transmisi, dan komponen apa saja yang digunakan pada transmisi Mesin Batik Cap Itn Malang.
Bahan yang digunakan pada perancangan transmisi mesin batik ini terdiri dari motor stepper nema 17, pulley gt 2, bearing lm8uu, v belt gt 2 open loop, flexible coupling, lead screw t8 dan nut.
“Untuk pemrogramnya saya menggunakan arduino dan CNC seal yang disambungkan dengan motor stepper. Saya juga menggunakan aplikasi universal g code sender yang diprogram agar mesin bisa berjalan secara otomatis,” kata Ari yang merupakan lulusan terbaik Teknik Mesin D-3 dengan IPK 3.65.
Mesin Batik Cap ITN Malang dibuat dari besi berdiameter Panjang 1 x 60 cm dan tinggi 40 cm. Dilengkapi juga dengan triplek untuk penyangga atau menempatkan kain yang akan di cap.
Sementara untuk canting capnya berukuran 26 x 26 cm. Dengan bantuan pemrograman dari aplikasi universal g code sender mesin bisa berjalan maju-mundur dan menyamping.
Hasil dari perhitungan transmisi Mesin Batik Cap ITN Malang dengan penggerak motor stepper nema 17hs4401 sebagai penggerak utama yang menghasilkan daya motor 20,4 watt dengan putaran 400 rpm, hasil dari mesin batik cap itn malang ini dapat mencapai kapasitas 2 kali cap dalam 1 kain batik berukuran 40×40 cm, dari hasil pengujian yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa keseluruhan komponen transmisi Mesin Batik Cap Itn Malang ini berfungsi dengan baik dan sesuai dengan apa yang diharapkan.
“Untuk canting capnya juga bisa dilepas dan diganti sesuai motif yang kita inginkan. Saya hanya fokus pada alatnya, untuk sementara motif canting harus pesan,” lanjut putra pasangan Prof. Dr. Ir. Lalu Mulyadi, MT, dan Dra. Siti Nasfiyah ini.
Ari menghabiskan waktu sekitar satu bulan dengan dana 9 juta rupiah untuk membuat mesin ini. Menurutnya dana besar ia keluarkan untuk pembuatan CNC.
Di pasaran banyak macam jenis CNC, mulai bentuk jarum untuk menggambar dan lain-lain. Namun, untuk mesin buatannya CNC digunakan sebagai penggerak canting cap.
“Yang mahal pembuatan CNC nya dan dicantingnya serta kebutuhan lilin (malam). Karena usai canting melakukan pengecapan biasanya malamnya kering dan harus ditambah lagi. Jadi di bawah tempat malam saya beri ruang untuk kompor kecil,” imbuhnya.
Ari mengaku mesin buatannya masih harus terus disempurnakan agar kinerja maksimal. Pasalnya dengan mesin ini akan menghemat efisiensi waktu bagi pengrajin batik, tidak membutuhkan tenaga banyak serta setelah produksi berjalan biayanya bisa ditekan.
“Yang penting di penggeraknya masih perlu disempurnakan lagi. Sekarang proses perbaikan,” tandasnya.( Djoko Winahyu)