Ali Ahmad Ajak Pelaku UMKM Melek Digitalisasi Sebagai Upaya Akselerasi UMKM Naik Kelas

Foto: Peserta sosialisasi Formalisasi usaha mikro strategis Bersama Kemenkop UKM dan Komisi VI DPR-RI .(Djoko W)
Selasa, 19 Juli 2022
Malangpariwara.com –
Gandeng Kemenkop UKM Anggota Komisi VI DPR-RI Ali Ahmad gelar Sosialisasi Formalisasi usaha mikro strategis.
Usaha mikro, kecil, dan menengah di Indonesia memegang peran vital sebagai tumpuan perekonomian nasional. Agar bisa naik kelas, UMKM harus memperluas akses pasar dan memperkuat akselerasi berbagai inovasi di bidang teknologi dan digital.

Di era digital ini, pelaku UMKM diharapkan dapat beradaptasi dengan memanfaatkan platform digital, baik dalam proses produksi maupun pemasaran produk.
”Perluasan akses pasar dan akselerasi berbagai inovasi di bidang teknologi dan digital harus terus diperkuat, karena keduanya adalah tuas bagi UMKM agar naik kelas, tidak terkena penyakit stunting (gagal tumbuh),” ujar Ali Ahmad anggota DPR-RI Komisi VI. Usai membuka sosialisasi Formalisasi usaha mikro strategis Bersama Kemenkop UKM.
Sosialisasi yang melibatkan 50 pelaku UMKM Malang Raya ini tergelar di RM Bujanapuri Kepanjen Kab Malang, Selasa( 19/7/22).
Anggota FPKB Dapil Malang Raya yang akrab dipanggil Gus Ali ketika membuka secara Sosialisasi ini menyampaikan beberapa hal penting yang harus di pahami dan dijalankan pelaku usaha ( UMKM) agar berhasil yakni memperhatikan strategi peningkatan usaha.
” Ada 8 strategi yang harus di lakukan.
- Membangun merek atau brand.
- Menambah modal untuk rencana pengembangan bisnis.
- Strategi penjualan yang tepat untuk di gunakan
- VisibleExpert dan content Marketing pengembangan bisnis
kekinian. - Mengoptimalkan Analisa SWOT(Strength, Weakness, Opportunity, Threats)
- Bergabung dalam komunitas atau forum forum bisnis yang diinisiasi oleh pengusaha.
- Berpartisipasi dalam acara amal bisa menjadi salah satu sponsor peningkatan brand produk.
- Selalu melakukan inovasi,” urainya.
Usai melakukan kunjungan ke meja peserta sosialisasi yang semuanya membawa produk home industri masing masing Gayatri, menyampaikan beberapa hal kendala dan kekurangan pelaku UMKM.
” Saya melihat produksinya teman-teman UMKM yang Gayatri ini sudah mumpuni untuk dipasarkan. Jadi sudah bagus hanya tinggal sebagian ada kemasan yang belum bagus karena tidak ada alatnya. Tapi secara keseluruhan, dia tadi (Pelaku UMKM ) minta pemerintah membantu pemasaran dan pendanaan,” ungkapnya.

Sebenarnya ini adalah sesuatu yang paling mudah untuk dijangkau oleh pemerintah, tegas Gus ali. “Terutama Pemerintah Kabupaten ini harus hadir. Kalau melihat orang sudah mau bekerja secara gotong royong dan di situ hasilnya bagus. Apalagi kalau emak-emak ini luar biasa bagi saya,” katanya.
Dan keluhannya di situ cuman sedikit. Artinya sekarang kami beserta Kementerian sudah membantu NIB. Mereka yang ikut kegiatan ini sudah mendapatkan NIB semua.
Setelah itu KUR. Tentunya KUR juga lewat dari Mitra komisi kami karena Bank plat merah semua adalah Mitra kami.
“Yang paling penting adalah di situ, pendampingan oleh dinas koperasi setempat, ini yang paling penting. Maka dari itu harapan kami dibantu lah sedikit marketplacenya. Bagaimana caranya untuk dibantu di area wisatanya kabupaten Malang, etalasenya bagaimana. Ini Pemerintah harus hadir. kalau melihat dari meja kemeja tadi sudah cukup bagus,” ungkap Gus Ali Ahmad.
Anggota Komisi VI ini berharap dengan kehadirannya bersama Kemenkop UKM bisa membawa manfaat dan tentunya berkesinambungan dengan Pemerintah Kabupaten.
Sementara itu, ditempat yang sama kepada Malangpariwara, Asisten Deputi Bidang Perlindungan dan Kemudahan Usaha Nenni Naomi Br Sitinjak
Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM) menerangkan bahwa usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) masih menjadi salah satu citra perekonomian di Indonesia. Dengan jumlah sekitar 54 juta pada tahun 2020, UMKM mendominasi jumlah pelaku Usaha di Indonesia sebesar 99,994, (Nainggolan, 2020).
Dari 99,9% pelaku usaha ini, 98.68% merupakan pelaku usaha mikro dengan daya serap tenaga kerja sekitar 89%.
Pada kondisi ini, usaha mikro telah berkontribusi terhadap PDB sekitar 37.8% (Nainggolan, 2020).
Namun, melimpahnya pelaku UMKM di Indonesia ternyata masih diliputi tingkat formalisasi yang rendah. Dengan kata lain, UMKM di Indonesia tergolong sektor informal atau ekonomi bayangan (shadow economic sector) yang belum dapat terekam perkembangan ekonominya.
Salah satu indikator yang dapat mengukur tingkat formalisasi tersebut adalah pembiayaan lembaga keuangan formal.
Berdasarkan pemaparan Menteri Koperasi dan UKM pada tahun 2020, setidaknya terdapat 23 juta UMKM yang belum mendapatkan pembiayaan perbankan. Pada kondisi ini, upaya formalisasi industri UMKM melalui pembiayaan inklusif tergolong rendah.
Perkembangan teknologi digital semakin pesat, khususnya semenjak pandemi Covid-19. Hal ini juga mendorong perilaku masyarakat untuk berbelanja daring. Tak heran, platform perdagangan elektronik menjadi laris manis sebagai pilihan masyarakat untuk berbelanja dan bertransaksi.
Akselerasi digitalisasi UMKM dilakukan guna memperluas akses pasar serta meningkatkan daya saing. Harapannya dapat mendorong UMKM yang ‘lebih kuat.
Target Sektor UMKM Jawa Timur
Kontribusi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) se-Jawa Timur untuk Produk Domestik Bruto (PDB) cukup besar. Selama 2021 hingga 2022, kontribusi UMKM tercatat mencapai 57,25 persen. Angka itu termasuk kemampuan penyerapan tenaga kerja UMKM.
Berdasar catatan Pemerintah Provinsi Jawa Timur, UMKM mampu menyerap 97 persen tenaga kerja se-Jawa Timur.
Salah satu hasil yang telah terlihat adalah tren pangsa kredit untuk UMKM yang menunjukkan kenaikan. Data 2019 sebesar 27,1 persen, yang kemudian tercatat naik pada 2020 sebesar 28,9 persen dan 2021 juga tercatat naik 31,0 persen.
Tantangan dan Hambatan
Pertama, persoalan yang terkait dengan legalitas usaha. Mulai dari nomor pokok wajib pajak (NPWP) hingga hak kekayaan intelektual (HAKI) penting dalam mendukung memasarkan produk ke mancanegara.
Kedua, di bidang pembiayaan. Pelaku usaha kecil biasanya memiliki akses yang sulit dalam pembiayaan, Pelaku UMKM selalu dihadapkan dengan bunga yang tinggi saat ingin mendapatkan akses pendanaan. Akan tetapi itu sudah ditangani pemerintah, salah satunya dengan kredit usaha rakyat. Masalah yang ketiga adalah pendampingan.
Mengidentifikasi masalah UMKM dalam meningkatkan tata kelola usaha adalah hal yang penting. Dalam meningkatkan daya saing produk.(Djoko Winahyu)