Benarkah Negeri ini Sudah Darurat Etika ?

Senin, 5 Februari 2024

Malangpariwara.com – Sejumlah elemen masyarakat menggelar aksi pada Senin (5/2/2024) siang. Aksi bertajuk Indonesia Krisis Kepemimpinan dan Keteladanan Bangsa ini dilakukan oleh sejumlah perwakilan masyarakat dari sejumlah elemen.

Yakni dari unsur akademisi, pengacara, seniman, mahasiswa, masyarakat sipil hingga kalangan ibu rumah tangga. Aksi tersebut dimaksudkan untuk mengkritik atas tindakan sejumlah elemen penyelenggara negara yang dinilai krisis moral dan etika. Terutama pada lingkaran pimpinannya.

“Kita berharap kita masih ada sisa-sisa etika itu pada diri kita. Kalau tidak ada, mari coba kita cari sisa-sisa etika itu. Karena sebetulnya demokrasi yang baik, itu didasarkan pada perilaku yang baik,” ujar seorang massa aksi Purnawan Dwikora, Senin (5/2/2024).

Sementara menurutnya, masyarakat Indonesia merupakan masyarakat paternalistik. Yakni masyarakat yang meneladani etika dan moral para pemimpinnya. Terlebih, penguat utama etika adalah keteladanan moral dari pelaku pemimpinnya.

“Sehingga kemudian itu akan menjadi acuan kita berbuat sesuatu. Nah kalau itu nantinya pemimpin sering membuat perilaku negatif, etika yang ada di masyarakat lama-lama juga akan tergerus,” terang pria yang akrab disapa Pupung ini.

Dalam praktiknya, dirinya mengibaratkan agar para pemimpin dari seluruh struktur dan elemen penyelenggara negara, tidak hanya mengajarkan hal-hal yang bersifat normatif. Namun lebih lebih kepada sikap dan perilaku yang baik antar sesama.

“Jangan mengajarkan anak-anak kita bunyi-bunyi pasal. Jangan ajarkan soal hal-hal yang normatif. Tapi ajarkan ke anak bagaimana antre yang baik, bagaimana menghargai orang tua, bagaimana anak kita bisa jujur, hal-hal seperti itu menjadi dasar yang harus diberikan ke anak-anak kita,” terangnya.

Sebab, pria yang juga aktif menyuarakan tentang isu lingkungan ini menilai bahwa saat ini sedang terjadi erosi moral. Oleh karena itu melalui aksi tersebut, dirinya juga mengajak masyarakat untuk meneladani etika sejak dari diri sendiri.

Setelah dibacakan petisi diserahkan kepada seorang pemulung yang melintas di depan gedung dewan .(Djoko W)

Pupung menegaskan, aksi tersebut ditunjukkan kepada para pemimpin bangsa. Yang seharusnya bisa memberikan teladan bagi seluruh masyarakatnya.

“Jadi ini tidak personal, kami tidak memihak ke satu pihak. Kita mengkritisi semuanya agar memiliki keteladanan moral. Tidak saling sindir, atau sebagainya. Jadi ini kepada lembaga, tokoh, capres,” terang Pupung.

Salah satu contoh yang ia sebut sebagai bentuk erosi atau degradasi moral dan etika terjadi saat debat calon presiden dan wakil presiden beberapa waktu lalu. Dimana ia menyoroti gimmick dan kalimat seorang kontestan yang dinilai kurang santun.

“Tidak bisakah kita menggunakan kata-kata yang lebih santun? tidak bisakah kita menunjukkan gestur yang lebih santun meskipun gimmick itu digunakan untuk menunjukkan sebagai eksistensi diri. Saya melihatnya begitu,” jelasnya.

Contoh selanjutnya adalah sikap yang dilakukan oleh pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dimana dirinya menilai bahwa seharusnya sebagai lembaga anti rasuah, KPK bisa beserta jajaran termasuk pimpinannya, bisa menjadi teladan untuk tidak korupsi.

“Tapi yang terjadi kemudian justru tidak seperti itu. Itu yang akhirnya membuat gambaran masyarakat bahwa pimpinannya bisa begitu mengapa kita (masyarakat) tidak,” tegasnya.

Kegiatan ini diikuti belasan elemen masyarakat umum maupun akademisi.(Djoko W)

About The Author

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *