FK UB Tuan Rumah ATS, Bahas Revolusi Kesehatan, Gabungkan Telemedicine dan AI

FK UB Tuan Rumah ATS, Bahas Revolusi Kesehatan, Gabungkan Telemedicine dan AI.( Istimewa)
Rabu, 26 Februari 2025
Malangpariwara.com – ASEAN Telemedicine Symposium (ATS) ke-18 sukses digelar pada Jumat (21/2/25) di Auditorium Lantai 10 Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya (FK UB).
Acara tahunan yang telah berlangsung selama 18 tahun ini untuk pertama kalinya diselenggarakan di Indonesia dan mengusung tema Revolutionizing Healthcare: The Synergy of Telemedicine and Artificial Intelligence in Modern Medicine.
Wakil Dekan Bidang Akademik FK UB, Prof. dr. Mohammad Saifur Rohman, menekankan pentingnya acara ini dalam mendorong perkembangan telemedicine dan kecerdasan buatan (AI) di bidang kesehatan.
Ia menyatakan dukungannya terhadap gagasan Rektor UB yang menjadikan UB sebagai pusat pengembangan AI, baik di tingkat nasional maupun internasional.
“FKUB juga telah memiliki beberapa produk AI yang dapat disebarluaskan sebagai bukti kontribusi kami dalam inovasi teknologi kesehatan,” ujarnya.
Ketua pelaksana, dr. Holipah, menjelaskan bahwa telemedicine telah lama diterapkan di berbagai negara, namun di Indonesia baru berkembang pesat setelah pandemi COVID-19. Symposium ini bertujuan untuk menunjukkan bagaimana praktik telemedicine diterapkan di seluruh dunia serta membuka peluang kolaborasi antarnegara dalam bidang kesehatan.

Acara ini diikuti oleh perwakilan dari 32 negara Asia dan merupakan hasil kerja sama antara FK UB dan Temdec di Kyushu University Hospital, Jepang.
Simposium ini memperkenalkan berbagai teknologi telemedicine, termasuk penggunaan aplikasi, telepon, dan video conference untuk menghubungkan pasien dengan tenaga medis tanpa harus datang langsung ke fasilitas kesehatan. Mengingat Indonesia merupakan negara kepulauan yang luas, teknologi ini menjadi solusi untuk memberikan layanan kesehatan yang lebih cepat dan merata.
Sebagai bagian dari visi UB menjadi pusat AI, simposium ini juga menyoroti peran AI dalam meningkatkan kualitas layanan kesehatan di Indonesia. Salah satu inovasi yang dipresentasikan adalah penggunaan AI dalam mendeteksi penyakit menular seperti malaria dan scabies.
Teknologi ini memungkinkan diagnosis akurat melalui smartphone, memberikan langkah-langkah penanganan yang lebih cepat dan efektif.
Prof. Saifur juga memaparkan inovasi Detak C, yang mengombinasikan AI dan telekonsultasi jarak jauh untuk mempercepat deteksi penyakit jantung.
“Aplikasi ini dapat membantu masyarakat membedakan nyeri dada akibat penyakit jantung atau kondisi lainnya, serta secara otomatis merujuk pasien ke rumah sakit dengan layanan kateterisasi jantung terdekat,” jelasnya.
Keunggulan aplikasi ini adalah kemampuannya dalam mengurangi waktu penanganan pasien serangan jantung, yang idealnya harus mendapat tindakan dalam waktu enam jam untuk meningkatkan peluang keselamatan pasien.
Symposium ini menghadirkan berbagai ahli kesehatan, seperti Prof. Saifur (ahli jantung), dr. Hera (ahli mata yang membahas deteksi katarak dengan AI), serta dr. Brigita (spesialis anak).
Selain itu, hadir pula para ahli teknik dari Fakultas Ilmu Komputer UB serta perwakilan dari luar negeri yang membagikan pengalaman mereka dalam implementasi telemedicine.
Peserta simposium terdiri dari dokter, tenaga kesehatan, ahli telemedicine, serta pakar IT yang membahas aspek keamanan data medis dalam layanan konsultasi jarak jauh.
Dengan berkembangnya teknologi telemedicine dan AI, keamanan data pasien menjadi perhatian utama guna menjaga kerahasiaan informasi medis.
Perkembangan teknologi juga memungkinkan prosedur medis yang lebih canggih, seperti robotic surgery, di mana dokter dapat melakukan operasi jarak jauh dengan bantuan robot. Meskipun teknologi ini sudah diterapkan di berbagai negara, Indonesia masih dalam tahap awal pengembangannya.
Melalui simposium ini, diharapkan tenaga medis dan akademisi di Indonesia, khususnya di Malang, dapat terinspirasi untuk meningkatkan kualitas layanan kesehatan. Dengan pemanfaatan teknologi telemedicine dan AI, keterbatasan jumlah tenaga medis dapat diatasi, serta kesadaran masyarakat terhadap kesehatan dapat meningkat.
Dengan demikian, pasien dapat memperoleh penanganan lebih awal, meningkatkan peluang kesembuhan, dan mengurangi angka kematian akibat keterlambatan penanganan medis.( Djoko W)