Tangani Anak Putus Sekolah, DPRD Kota Malang Ingin Optimalkan Puspaga

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Malang, Amithya Ratnanggani Siraduhita.(Djoko W)
Kamis, 27. Februari 2025
Malangpariwara.com – Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Malang, Amithya Ratnanggani Siraduhita ingin mengoptimalkan peran pusat pembelajaran keluarga (Puspaga) untuk menekan angka anak tidak sekolah (ATS). Program tersebut sebenarnya sudah ada sejak lama di Kota Malang.
Mia sapaan akrabnya, mengatakan bahwa upaya menekan anak putus sekolah sebenarnya sudah ia genjot sejak ia bertugas sebagai anggota DPRD Kota Malang periode 2019-2024. Saat itu, Mia berada di Komisi D, yang membidangi kesejahteraan sosial dan pendidikan.
“Sebetulnya itu sudah saya genjot ketika saya menjadi ketua komisi D. Artinya, sebenarnya tools kita itu banyak. Pemerintah daerah itu punya sebenarnya, tetapi belum digunakan secara maksimal. Salah satunya Puspaga yang dipunyai Dinsos,” ujar Mia.
Mia menilai, seharusnya program Puspaga mampu menjadi tonggak bagi Pemkot Malang untuk menangani permasalahan yang berkaitan dengan keluarga. Termasuk dalam membina lingkungan keluarga yang terdapat anak putus sekolah.
“Itu mestinya menjadi tonggak kita untuk bagaimana semua komponen di dalam keluarga bisa mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan keluarga. Sehingga apabila ada permasalahan tentang keluarga bisa cepat diselesaikan dengan baik,” jelas Mia.
Sehingga menurutnya, dengan dengan pembinaan yang tepat, diharapkan tak lagi ada jalan keluar praktis bagi orang tua yang memilih menikahkan putra-putri nya karena enggan bersekolah.
“Sehingga tidak ada lagi kemudian jalan keluar praktis yang diambil orang tua, dari pada anak-anak tidak mau sekolah, daripada pacaran saja, ya sudah dinikahkan saja. Itu kan terlalu gampang,” terang Mia.
Sedangkan menurutnya, pernikahan dini juga memiliki resiko dan tantangan yang cukup besar, jika tidak dibekali kesiapan yang matang. Sehingga akan lebih baik jika yang bersangkutan diarahkan untuk kembali ke arah yang benar dengan bersekolah.
“Padahal sebenarnya dengan pernikahan dini yang dijadikan solusi, sebenarnya anak memasuki tantangan yang justru malah lebih berat. Dibandingkan jika mereka diarahkan kembali untuk masuk dalam koridor yang benar, bahwa di usia belajar ya harusnya belajar. Bukan menikah,” terangnya.
Diketahui, penanganan ATS di Kota Malang telah menunjukan progres yang signifikan. Hingga Februari 2025, jumlah ATS di Kota Malang telah berkurang lebih dari 50 persen, dari 6.600 anak pada Juni 2024 menjadi 3.406 anak saat ini.
“Jadi pemerintah daerah, semua stakeholder harus bersama. Kita punya PKK, Puspaga, kelurahan, Disdikbud. Itu harus jalan semua,” jelas Mia.
Ia melihat saat ini program Puspaga telah mulai kembali bergerak. Menurutnya, hal tersebut harus digaris bawahi sebagai salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memutus pernikahan dini.
“Saya pikir kalau semua penyelesaiannya terkonsep dengan baik, akan bisa mengurangi angka pernikahan dini. Kita memang harus punya target zero, tetapi yang penting kita kurangi dulu pelan-pelan, harus ada peta jalan menuju ke sana,” pungkas Mia.(Djoko W)