Rektor Nilai CoE Komunikasi UMM Miliki Uniqueness dan Distinctiveness

Minggu, 29 September 2024

Malangpariwara.com
Rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Prof Nazarudin Malik, mengapresiasi Center of Excellent (CoE) yang dimiliki Program Studi Ilmu Komunikasi.

Menurutnya, dengan mengambil nama kreatif pada School of Creative Digital Communication (SCDC), bisa bermakna selalu membuat inovasi yang tidak mudah ditiru pihak lain.

“Kreativitas itu bermakna unimitated, tidak bisa ditiru,” kata rektor.

SCDC, kata rektor, memiliki uniqueness dan distinctiveness yang tepat. “Ini akan menjadikan Komunikasi dan SCDC memiliki daya tahan atau survival life dan continues growth jika terus melakukan sustainable improvement berbasis kreativitas,” ujar rektor ketika membuka Innauguration SCDC Batch 3 di Rayz Hotel UMM, Senin (23/9/2024).

Dalam kesempatan itu, rektor memberi pembekalan bagi 80 peserta SCDC. Mereka terdiri dari 40 peserta baru kelas Social Media for Branding yang akan memulai berproses semester ini dan magang di semester berikutnya. Sedangkan 40 peserta yang lain telah lulus kelas yang sama semester lalu dan berhak memperoleh sertifikat.

Rektor mengingatkan agar semua CoE di UMM memegang teguh nilai-nilai kemuhammadiyahan. Dalam arti, semua keunggulan yang ada di kampus ini harus digerakkan oleh landasan yang kuat, yakni keimanan dan amal soleh.

Ia menyebut manifestasi dari keimanan seseorang harus mengejawantah dalam amal meskipun tidak selalu berdampak benefit ekonomi. Setidaknya ada empat pilar penting untuk mewujudkan hal tersebut. Yakni, taat beribadah, exploring nowledge, kepekaan sosial dan kemanusiaan, serta memperkuat nilai ideologi dan spiritualitas.

Momen Inaugurasi dimanfaatkan untuk transformasi penanggung jawab CoE SCDC dari Widiya Yutanti ke Arum Martikasari.

Widiya mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada pihak-pihak yang telah ikut menyukseskan pelaksanaan SCDC, serta mengucapkan selamat bekerja untuk penggantinya.

Ia juga mengatakan meski tidak banyak perubahan pada struktur kurikulum dan mitra industrinya, SCDC kali ini mengalami peningkatan jumlah peminat sehingga pihaknya lebih selektif memilih siapa saya yang eligible menjadi peserta kelas unggulan ini.

“Selain itu, dari sisi mitra dunia industri kami juga melakukan evaluasi. Jadi ada yang kami perpanjang kerjasamanya, ada yang terpaksa harus dihentikan, namun juga ada yang baru,” tutur Widiya yang juga kepala Laboratorium Komunikasi UMM.

Arum menerangkan SCDC adalah CoE yang ketat menerapkan kurikulum yang telah dirancang bersama oleh pihak Prodi Komunikasi dengan mitra industri. Dalam pelaksanaannya, kelas di SCDC diampu oleh kolaborasi dosen internal dan praktisi. Tidak hanya dalam bentuk kuliah di kelas maupun di lab, peserta SCDC juga ditempatkan di berbagai unit di UMM, unit bisnis milik UMM dan amal usaha Muhammadiyah untuk mempratekkan optimasi media sosial.

“Pada semester berikutnya, mahasiswa akan mengikuti internship full satu semester di perusahaan-perusahaan dan instansi mitra,” terang Arum.

Berbeda dengan program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) lain di mana mahasiswa memperoleh konversi mata kuliah sebanyak 20 SKS, pada SCDC mereka mendapat mata kuliah khusus.

“Ada enam mata kuliah berbeda dari regular yang berhak diperoleh mahasiswa,” kata Arum.

Enam mata kuliah itu adalah Research for Social Media, Social Media Structure, Social Media Strategy, Digital Marketing Performance, Project Management, Social Media Optimization Practice, dan Internship on Social Media Optimization.
Ketua Prodi Komunikasi UMM, Nasrullah, menekankan bahwa CoE di prodinya dibangun dari kesadaran menjawab tantangan perubahan di dunia komunikasi.

Saat ini, ujarnya, tidak mungkin menghindari dunia digital. Untuk memenangkan persaingan, maka diperlukan kreativitas.

“Kekuatan mahasiswa Komunikasi UMM adalah di kreativitas, saya yakin paling kreatif. Makanya kekhasan prodi saat ini adalah creative digital communication,” tuturnya.

Rektor mendorong agar Komunikasi melanjutkan keunggulan pembelajaran berbasis projek dan studi kasus.

“Di UMM, mode pembelajaran yang demikian sudah lama dikembangkan sebelum ada keharusan kurikulum berbasis luaran atau Outcome Based Education (OBE),” tutur Nazar. (Djoko W)

About The Author

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *