Universitas Brawijaya Tambah Dua Profesor Lagi

Prof. Dr. Ir. Imam Santoso, MP merupakan profesor ke-12 di FTP, dan ke-247 di UB

.

MALANG – Rabu ( 2/10/2019) menjadi hari bersejarah bagi dua Profesor UB karena sejak hari ini gelar Profesor dikukuhkan.

Pertama, Prof. Dr. Ir. Imam Santoso, MP: Judul penelitiannya, Manajemen Risiko Strategi Pengembangan Agroindustri 4.0

.
Prof. Dr. Ir. Imam Santoso, MP merupakan profesor ke-12 di FTP, dan ke-247 di UB. Ia lahir di Pamekasan, 5 Oktober 1968. Ia adalah suami dari Dwi Juli Rohmawati, SPd. M.Pd, dan ayah dari tiga putra yaitu Faruq Akhiumllah Akmal, Syifa Amatullah Isyamah, dan Faiq Nasrullah Ahmad.

Ia menamatkan pendidikan S1 Teknologi Pertanian di Universitas Brawijaya, S2 PS Teknologi Pascapanen, Program Pascasarjana, Universitas Brawijaya, serta S3 PS Teknologi Industri Pertanian, Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Saat ini ia menjabat sebagai Dekan Fakultas Teknologi Pertanian UB.

.
Dalam pidatony Prof Imam, menjelaskan
Agroindustri merupakan bagian penting dari pembangunan nasional. Perannya sangat strategis dalam meningkatkan nilai tambah produk primer hasil pertanian dan bahkan menyelesaikan persoalan-persoalan yang terjadi di hulu (on farm).

.
Kontribusi ini makin signifikan dilihat dari serapan jumlah tenaga kerja, berkembangnya jumlah dan jenis produk yang dihasilkan, peningkatan segmen pasar yang makin luas, dan tumbuhnya industri terkait.

Hal tersebut disampaikan Prof. Dr. Ir. Imam Santoso, MP dalam pidato Pengukuhan Profesor, Rabu (2/10/2019), yang berjudul “Strategi Pengembangan Agroindustri 4.0: Perspektif Kesisteman dan Manajemen Risiko”.

Bertempat di Gedung Widyaloka, Ia dikukuhkan sebagai Professor dalam Bidang Ilmu Sistem dan Manajemen Agroindustri pada Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya (FTP-UB).

.
Saat menyampaikan pidatonya Prof. Imam Santoso menyebutkan, ada lima resiko dalam pengembangan agroindustri, setiap aspek-aspeknya memiliki potensi risiko. Pertama, menurunnya jumlah lahan pertanian produktif, yang belum diimbangi oleh program ekstensifikasi berupa penambahan lahan baru. Kedua, sistem produksi pertanian yang umumnya masih tradisional dengan sejumlah persoalan sosiokultural yang melingkupinya. Ketiga, sistem penanganan panen dan pascapanen yang belum mendukung sistem panen terjadwal dan belum menjamin mutu hasil pertanian. Keempat, sistem distribusi dan rantai pasok hasil pertanian dan produk agroindustri yang belum mendukung ketepatan dan kecepatan pemenuhan kebutuhan konsumen. Kelima, sistem produksi agroindustri umumnya skala UMKM dengan keterbatasan sarana dan sistem produksi yang berimplikasi pada belum terjaminnya mutu produk dan bahkan tidak mampu menjawab dinamika preferensi konsumen.
“Jika potensi risiko tersebut dianalisis dan dikelola dengan baik, maka agroindustri dapat dikembangkan dan memiliki daya saing.

.
Pengembangan agroindustri 4.0 memiliki potensi untuk dapat membantu memberikan solusi atas sejumlah permasalahan tersebut,” papar Dekan Fakultas Teknologi Pertanian ini.

.
Beberapa strategi pengembangan agroindustri 4.0 dari perspektif kesisteman dan manajemen risiko disampaikan Prof. Imam Santoso antara lain, penguatan sektor produksi pertanian dengan penerapan pertanian presisi/smart farming untuk memastikan hasil pertanian sesuai dengan kualitas yang diharapkan, keberlanjutan, dan memenuhi industri pertanian; Pengembangan produk agroindustri yang memiliki nilai ekonomi tinggi, yang hanya bisa dihasilkan melalui rekayasa dan modifikasi atau bahkan proses kimia dengan presisi sangat tinggi; Pengembangan sistem produksi agroindustri yang efisien, sesuai selera atau preferensi konsumen dengan bantuan teknologi cerdas; Pengembangan alat dan mesin pengolahan menggunakan sistem otomatisasi dan digitalisasi; Penguatan rantai pasok digital agroindustri dengan berbagai instrumennya sehingga dapat memastikan ketersediaan bahan baku dari sisi jumlah, kualitas dan ketepatan waktu; serta pengembangan kemampuan mengelola big data bagi UMKM agroindustri yang jumlahnya sangat besar (dominan) dan menguatkan relasi kelembagaan antar hulu-hilir dengan prinsip saling menguntungkan dan saling menguatkan akan mendorong semua pihak untuk dapat berkembang dan memiliki daya saing tinggi.

.
Beberapa strategi tersebut diharapkan secara integratif mampu menghasilkan kondisi agroindustri yang sangat akurat atau presisi dari sisi proses produksi; Minimasi pemborosan penggunaan bahan baku, bahan pembantu dan bahan penunjang lainnya hingga level paling optimal; Efisiensi dan optimalisasi pemanfaatan penggunaan sumberdaya manusia, mesin dan peralatan produksi, energi, dan air; Peningkatan keseragaman produk yang dihasilkan kualiasnya dan terhindar dari kondisi produk yang tidak memenuhi standar yang ditetapkan; serta Minimasi dampak negatif yang ditimbulkan terhadap kondisi lingkungan. (*) ( JKW )

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *