1000 Peserta BPJS PBID Diputus PKS, Ini Jawaban Kadinkes Kota Malang

Foto: Aktifitas di kantor BPJS Cabang Malang .(Djoko W)
Kamis, 7 Juli 2022
Malangpariwara.com –
Keberhasilan kota Malang dalam memberikan pelayanan kesehatan melalui Program UHC di Kota Malang patut diacungi jempol.
Tercatat sampai hari ini update data peserta UHC Kota Malang sampai Mei 2022 : 102%.
Pun demikian ternyata keberhasilan itu masih ada kelemahan yang harus segera diatasi dan dicari solusinya.
Malangpariwara menemukan kelemahan itu setelah mengikuti turun dan wawancara langsung dengan masyarakat pemegang kartu JKN KIS PBID yang tiba tiba diputus PKSnya.
Ada 1000 Peserta pemegang kartu BPJS PBID Kota Malang tiba tiba di putus PKS oleh penyedia dana yaitu pemerintah provinsi.
Malangpariwara mencoba menelusuri mencari fakta di lapangan dan menemukan beberapa peserta yang mengeluhkan pemutusan kerjasama BPJS yang dia miliki tanpa pemberitahuan.

Sebut saja Heru Winarto warga Bareng Raya 2N Kelurahan Bareng Kecamatan Klojen Kota Malang, ketika datang ke faskes pertama FKTP 1 Klinik kimia Farma Bromo di tolak karena kartu BPJS PBID non aktif karena PKS.
“Kedua kaki saya tiba tiba sakit mendadak gak bisa berjalan seperti yang pernah saya alami 10 tahun lalu. Saya langsung pergi ke FKTP 1 Klinik Kimia Farma Bromo. Ternyata ditolak karena kartu tidak aktif dan saya disarankan pakai umum. Karena saya gak punya uang saya kembali pulang menahan sakit,” terangnya.
Berbekal FC Kartu Keluarga dan kartu BPJS PBID, Heru datang melapor ke Dinas Sosial Kota Malang untuk mengajukan aktivasi kembali Perubahan ke Penerima Bantuan Iuran (PBI) APBD Kota Malang, dan telah diterima Dinsos.
“Petugas penerima berkas pengajuan bilang akan diajukan ke APBD menunggu 7 hari kerja,” ujar Heru mengeluhkan lamanya birokrasi.

Ketika di Hubungi Malangpariwara, Kepala Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Dra. Penny Indriani, MM menjelaskan permasalahan pemutusan kerjasama BPJS.
“Untuk status habis PKS dulunya, peserta tersebut dibiayai APBD Provinsi. Per Maret Provinsi sudah tidak membiayai lagi, kemarin koordinasi dengan BPJS untuk peserta yang statusnya masih habis PKS kurang lebih ada 1000 jiwa, dan masih dalam tahap verifikasi dinkes,” ungkapnya.
“Jika masyarakat langsung ke dinsos untuk pengusulan ke APBD Kota Malang, kurang lebih sehari sampai 7 hari kerja sudah aktif,” imbuhnya.

Sementara itu melalui Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika ( Diskominfo )Muhammad Nur Widianto S.Sos., Kadinkes Kota Malang dr. Husnul Muarif mengatakan bahwa memang UHC Kota Malang sampai Mei 2022 : 102%, namun tak menyangkal jika ada peserta PBID yang putus kontrak dengan BPJS.
Peserta tersebut merupakan pengalihan kepesertaan PBID yang dibiayai oleh Provinsi ke PBID yang dibiayai oleh Pemkot Malang, sejumlah 7.239 peserta.
” Jadi sejumlah peserta tersebut sedang proses validasi, ini baru (2 kecamatan, Blimbing dan Lowokwaru yang sudah selesai validasi). Akan tetapi jika dari peserta tersebut ada yang membutuhkan pelayanan kesehatan, maka kartunya akan aktif 1×24 jam jika NIK nya valid kota malang,” sebut mantan Kepala Bagian Humas Pemkot Malang yang kini menjabat Kadiskominfo meneruskan pernyataan dr Khusnul.
Pengaktifan kembali kepesertaan PBID butuh waktu 1×24 jam jika NIK nya valid Kota Malang, tidak perlu menunggu sampai 1 Minggu.
Sementara bagi peserta yang dirawat di Rumah Sakit, dibutuhkan waktu 3×24 jam untuk melengkapi dokumennya guna mengklaim kepesertaan yang ditanggung BPJS jadi bukan 1x24jam,” pungkasnya.
Dewan menyayangkan jika birokrasi validasi data memerlukan waktu yang panjang sementara kebijakan dari Rumah sakit cukup pendek sehingga pasien harus mendaftar secara umum( bayar sendiri )
Selain itu Dewan juga menyoroti biaya PBI APBD melalui Program UHC bagi warga yang mampu hanyalah sia-sia, karena tidak difungsikan.

Terpisah Arief Wahyudi SH Sekertaris Komisi B DPRD Kota Malang cukup prihatin dengan banyaknya warga Kota Malang yang mengeluhkan Asuransi kesehatannya diputus oleh Pemerintah padahal mereka sangat membutuhkan jaminan kesehatan.
“Saya sangat menyayangkan adanya keterlambatan mutasi data dari yang awalnya dibiayai oleh Provinsi dan dialihkan melalui APBD Kota Malang, karena alokasi anggaran untuk mengcover BPJS sudah dianggarkan pada setiap tahun anggaran,” ucapnya.
Satu kelemahan yang harus segera dibenahi di internal pemerintah kota Malang tidak adanya standard operasional prosedur yang tegas atas kepesertaan BPJS dan mekanisme pemanfaatan.
“Karena masih kita temui juga dilapangan berbagai kendala yang dialami oleh Masyarakat Kota Malang.
Kelemahan kedua hanya untuk mengejar UHC banyak warga mampu yang tidak ikut asuransi kesehatan akan secara otomatis tercover BPJS nya oleh APBD Kota Malang, padahal orang tersebut tidak ikut asuransi kesehatan karena mereka percaya ketika sakit akan mampu membiayai dirinya sendiri,” imbuh pria, biasa dipanggil AW.
Kedepan menurut AW, perlu dilakukan harmonisasi atas data kepesertaan BPJS yang ditanggung APBD, sehingga tidak menyulitkan bagi warga yang kurang mampu.( Djoko Winahyu)