Ketut Tomy Suhari, Dosen ITN Malang Menyandang Gelar Indonesian Registered Surveyor Termuda
Malang, 1 Agustus 2024
Malangpariwara.com – Gelar IRSurv masih asing dikalangan masyarakat. Indonesian Registered Surveyor (IRSurv), gelar inilah yang sekarang disandang oleh dosen Teknik Geodesi S-1, Institut Teknologi Nasional Malang (ITN Malang) Ir. Ketut Tomy Suhari, ST., MT., IPP., IRSurv.
Uniknya dosen yang akrab disapa Tomy tersebut menyandang profesi surveyor termuda usai dilantik oleh Ikatan Surveyor Indonesia (ISI), di Gedung Aula Utama Badan Informasi Geospasial (BIG), Bogor pada Senin, 29 Juli 2024.
Pelantikan profesi surveyor ini menjadi yang pertama kalinya. ISI melantik 24 orang profesi surveyor yang terdiri dari 21 surveyor dan 3 surveyor kehormatan. Mereka datang dari latar belakang akademisi, dan praktisi.
Harapannya momen ini menandai dimulainya era baru hadirnya layanan survei dan pemetaan yang berkualitas dan terpercaya, berpegang pada komitmen, dedikasi dan profesional.
Menurut Tomy, dengan memiliki sertifikat IRSurv seorang surveyor ibarat memiliki SIM surveyor untuk masuk dalam perdagangan bebas tingkat ASEAN. Dengan adanya Mutual Recognition Arrangement (MRA), di mana surveyor dapat melakukan pekerjaan lintas batas negara ASEAN dalam pengukuran dan pemetaan.
“Setelah mendapat sertifikat Indonesian Registered Surveyor maka kami bisa melakukan proyek (aktivitas) surveyor secara internasional di negara anggota ASEAN. Untuk lama aktif sertifikat 3 tahun, dan bisa diajukan perpanjang,” ujar Tomy saat dihubungi lewat sambungan Whatsapp, Selasa (30/07/2024).
Dijelaskan Tomy, dikutip dari acara tersebut pelantikan merupakan implementasi peraturan perundang-undangan tentang profesi surveyor. Antara lain: Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2021, Peraturan BIG Nomor 14 Tahun 2021, Peraturan Ikatan Surveyor Indonesia Nomor 1 Tahun 2024 dan Kode Etik Surveyor Indonesia (KESI).
Menyandang Indonesian Registered Surveyor termuda tidak serta merta bagi Tomy. Ia butuh perjuangan bertahun-tahun. Di usianya 28 tahun Tomy bisa bersanding dengan surveyor usia 40-50 tahun, bahkan profesor berusia 60 tahun. Tomy dan surveyor lainnya harus melewati berbagai seleksi dengan melihat latar belakang pendidikan, pengalaman di bidang survei dan pemetaan, serta kompetensi yang dimiliki.
Mereka harus berhadapan dengan tim seleksi yang dibentuk oleh ISI, beranggotakan dari perwakilan pemerintah, akademisi, dan industri survei dan pemetaan.
“Diusia saya harusnya masuk young surveyor di ISI untuk under 35 tahun. Bersyukur saya sudah bisa masuk dalam ranah profesional,” ungkap dosen asal Bali ini.
Prestasi tersebut tak lepas dari upaya Tomy menekuni dunia survei dan pemetaan. Tomi merupakan alumnus Teknik Geodesi S-1 ITN Malang angkatan 2013. Lulus tahun 2017 dengan masa studi 3.5 tahun. Usai lulus ia langsung membuka jasa surveyor berlisensi (KJSB), dan jadi pimpinan hingga kini. Aktivitas lainnya, sebagai founder dan GM PT Amerta Geospasial Indonesia, 4 kali menjadi pembicara international (invited speaker), aktif organisasi profesi, dan lain sebagainya.
“Dengan seleksi yang ketat maka surveyor memiliki kompetensi dan kualifikasi yang terpercaya, serta bisa menjalankan tugas secara profesional sesuai dengan profesinya. Selain itu juga dapat meningkatkan kepercayaan publik terhadap profesi surveyor,” jelasnya.
Diungkapkan Tomy, sebenarnya dari seleksi IRSurv, hampir sama mengisi pengalaman kerja sesuai persyaratan poin kualifikasi Insinyur Profesional Pratama (IPP), Madya (IPM) dan Utama (IPU). Namun Ia terkendala lama pengalaman yang mempersyaratkan 8-10 tahun untuk menyandang gelar IPM. Sedangkan untuk gelarnya yang sudah didapat dari Insinyur Profesional Pratama (IPP) hanya mensyaratkan lama pengalaman 3 tahun. Untuk poin yang didapat Tomy saat kualifikasi IRSurv adalah 3000an poin. Sementara untuk kualifikasi IPP 600, IPM 3000, IPU 6000 poin, dengan begitu ia menargetkan tahun depan bisa menyandang gelar IPM.
“Sebenarnya ini bukan semata-mata untuk memperbanyak gelar. Namun, lebih kepada diakuinya keprofesian kami tidak hanya sekedar menjadi akademisi, namun juga profesional,” tegasnya.
Menurutnya, dengan meningkatkan kompetensi dosen sangat berpengaruh kepada kualitas pendidikan bagi mahasiswa. Selain itu bisa memberikan peluang bagi dosen, mahasiswa, maupun alumni yang memiliki sertifikat IRSurv untuk dapat bekerja secara bebas di negara ASEAN.
“Pengetahuan dan teknologi survei dan pemetaan semakin mutakhir. Maka kami sebagai akademisi juga harus bisa mengikuti perkembangan secara internasional,” pungkasnya.( Djoko W)