17 Maret 2025

FEB Universitas Brawijaya Paparkan Diseminasi Hasil Penelitian Tiga Daerah Berbeda: Kolaborasi Hexahelix Kunci Utama

Senin, 30 Desember 2024

Malangpariwara.com – Optimalisasi Manfaat Hilirisasi kuncinya adalah Kolaborasi Hexahelix. Hexahelix adalah model kolaborasi yang menggabungkan enam unsur untuk mencapai tujuan bersama: Akademisi, Bisnis, Pemerintah, Media massa, Komunitas, Hukum atau regulasi.

Jas Hitam tengah Dekan FEB UB, Abdul Ghofar, SE., M.Si., DBA., Ak., didampingi dua Dosen peneliti utama Hendi Subandi dan M Irfan Islami .(Djoko W)

Hal ini disampaikan Dekan FEB UB, Abdul Ghofar, SE., M.Si., DBA., Ak., didampingi dua Dosen peneliti utama Hendi Subandi dan M Irfan Islami dalam “Konferensi Pers Diseminasi Hasil Penelitian: Strategi Kemitraan untuk Hilirisasi yang digelar Senin (30/12/24) di gedung di Ruang Dekan Gedung Utama Lantai 8 Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Sebelumnya Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Brawijaya (UB) menggelar kegiatan Diseminasi
Hasil Penelitian bertema “Membangun Kemitraan antara Masyarakat, Pemerintah Daerah, dan Perusahaan untuk Optimalisasi Manfaat Hilirisasi”
pada Jumat, (27 /12/ 24), bertempat di Auditorium FEB UB Gedung F Lantai 7, menghadirkan pakar akademisi dan praktisi untuk membahas penelitian strategis terkait pengembangan kemitraan di kawasan industri berbasis hilirisasi.

Abdul Ghofar menjelaskan bahwa penelitian ini menggali pola kemitraan ideal untuk kawasan industri dengan memperhatikan kebutuhan masyarakat lokal.

“Idealnya, inti dari kemitraan yang efektif harus didasarkan pada prinsip kesetaraan, transparansi, dan keberlanjutan, sehingga semua pihak dapat merasakan manfaat yang adil dan berjangka panjang,” ujarnya.

Pendekatan dialogis antara perusahaan, masyarakat, dan pemerintah menjadi strategi utama untuk mengatasi berbagai kepentingan berbeda.

Ghofar menekankan pentingnya peran pemerintah daerah (Pemda) dalam mengelola hubungan antar pihak. “Pemda harus menjadi dirigen yang menyelaraskan kepentingan semua pihak. Mereka juga harus memberikan kepercayaan kepada masyarakat bahwa perusahaan yang beroperasi di wilayah mereka akan membawa dampak positif,” ujarnya.

Pemda, menurut Ghofar, juga bertugas merancang kebijakan yang dapat merangkul semua elemen, termasuk memastikan bahwa masyarakat lokal, terutama UMKM, mendapatkan manfaat dari keberadaan industri hilirisasi di daerah mereka.

Penelitian ini dilakukan selama tiga hingga empat bulan, melibatkan enam dosen dan 15 mahasiswa yang melakukan survei dan wawancara di tiga lokasi smelter Gresik, Mempawah dan Batam.

Setiap wilayah memiliki karakteristik dan tantangan yang berbeda, sehingga model kemitraan yang diterapkan harus disesuaikan dengan kondisi lokal.

Penelitian ini melibatkan survei terhadap 300 responden di masing-masing wilayah, dengan total 900 responden. Data yang dikumpulkan dari survei dan wawancara dilengkapi dengan diskusi mendalam yang dilakukan oleh tim peneliti untuk memastikan validitas dan kredibilitas temuan.

“Setelah pengumpulan data, langkah berikutnya adalah menggelar Focus Group Discussion (FGD) yang melibatkan stakeholder dari perusahaan, pemerintah daerah, akademisi, NGO, dan media,” jelas Ghofar. 

Riset ini juga menjadi upaya FEB UB untuk mendukung Asta Cita Presiden Prabowo Subianto,
khususnya dalam penguatan ekonomi nasional melalui hilirisasi industri.

Asta Cita menekankan
pembangunan inklusif, penguatan ekonomi berbasis sumber daya lokal, dan peran aktif masyarakat sebagai mitra strategis.

Dr. Silvi Asna Prestianawati, S.E., M.Si., dosen FEB UB, menyebut pola kemitraan ideal bergantung pada kondisi daerah.

“Di Gresik, CSR eksplisit, CSR implisit, dan perdagangan umum menjadi pola kemitraan
yang paling sesuai. Sedangkan di Mempawah dan Batam, pola perdagangan umum, CSR eksplisit, dan sub-kontrak lebih diharapkan karena lebih relevan dengan kebutuhan masyarakat setempat,” jelasnya.

Penelitian ini juga mengusulkan model kemitraan komprehensif berbasis hexahelix, melibatkan
pemerintah, masyarakat, akademisi, pelaku bisnis, media, dan komunitas untuk menciptakan sinergi
lebih luas.

Dias Satria, S.E., M.App.Ec., Ph.D., Kepala Inovasi dan Transfer Teknologi UB, menyoroti pentingnya ekosistem pendukung UMKM lokal. Kemitraan ini harus memberdayakan masyarakat melalui pendidikan dan pelatihan terstruktur.

Achdiar Redy Setiawan, SE, MSA., Ak., CA, pengamat kebijakan
publik dari Universitas Trunojoyo, menambahkan bahwa kemitraan lintas sektor juga harus
memperhatikan aspek sosial seperti pendidikan, kesehatan, dan budaya.

Dhenny Yuartha Junifta, SE., ME., peneliti dari INDEF, menekankan bahwa keberlanjutan pola kemitraan menjadi kunci dalam menciptakan dampak jangka panjang. Ia menjelaskan bahwa
perdagangan umum atau sub-kontrak dapat menjadi solusi efektif dalam jangka pendek, tetapi strategi seperti kerjasama operasional atau usaha patungan diperlukan untuk memastikan kemandirian ekonomi masyarakat dalam jangka panjang.

Penelitian ini merekomendasikan sinergi antara pemerintah, perusahaan, dan akademisi untuk mendesain program pelatihan dan pendampingan sesuai kebutuhan industri hilirisasi.

Program ini diharapkan menjadikan masyarakat sekitar kawasan industri sebagai mitra utama dalam rantai pasok
sekaligus meningkatkan kualitas hidup mereka.

Kegiatan ini diapresiasi luas oleh akademisi, praktisi, pemerintah, dan masyarakat. Hasil penelitian
diharapkan menjadi acuan strategis menciptakan kemitraan yang efektif, inklusif, dan berkelanjutan di kawasan industri Indonesia.(Djoko W)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *