Pandemi Covid-19 Dorong Warga Bakalankrajan Kembangkan Budidaya Ikan Nila
Rabu, 24 November 2021
Malangpariwara.com – Pandemi covid-19 yang berlangsung sejak awal tahun 2020, menuntut masyarakat untuk tidak banyak melakukan aktivitas di luar rumah.
Tak hanya itu, semua kegiatan yang berpotensi menimbulkan kerumunan juga tidak boleh digelar. Termasuk kegiatan kebudayaan yang kerap dilakukan warga Bakalankrajan, Kecamata Sukun, Kota Malang.
Kondisi inilah yang kemudian mendorong muda-mudi khususnya di RW 3 mencoba mencari kegiatan lain yang tidak menimbulkan kerumunan, yakni dengan mengembangkan budidaya ikan nila merah yang kini lebih dikenal dengan nama Kampung Nila Slilir.
Diceritakan Agung Sugiantoro selaku Ketua kelompok budidaya Ikan (Pokdakan) Slilir, diawal budidaya ikan nila mereka hanya memanfaatkan satu kolam beton yang sudah lama tidak digunakan.
Tetap menerapkan disiplin Prokes 3 M yaitu wajib pakai masker, Mencuci tangan dan menjaga jarak mereka bekerja bersama sama sesuai kemampuan.
Di kolam itu mereka membudidayakan 500 ekor bibit ikan nila, bantuan dari lurah setempat.
“Setelah berjalan dua bulan, karena tidak ada kematian pada ikan, Pak lurah kemudian menambahkan bantuan 1.000 ekor bibit ikan nila untuk ditebar di kolam yang lain,” ujarnya.
Setelah dinilai berhasil, anak-anak muda ini kemudian mulai mengajak warga sekitar untuk ikut budidaya Ikan Nila. Tapi ternyata dari warga ada sedikit kendala terkait biaya jika harus membuat kolam beton.
“Akhirnya kita coba mencari solusi dengan memakai kolam terpal dan menggunakan sistem bioflok agar biayanya lebih hemat,” ucapnya.
Menurutnya, melalui penerapan sistem bioflok, jumlah ikan yang ditebar bisa lebih banyak sekitar 100 ekor per kubik. Lain halnya jika menggunakan kolam konvensional, satu kubiknya hanya bisa ditebar 18 – 20 ekor. Dari segi air juga lebih hemat karena tidak perlu sering diganti.
“Kolam dengan diameter 2 meter, maksimal bisa ditebar 350 ekor ikan. Sedangkan pada kolam diameter 4 meter bisa tebar 1.200-2.000 ekor,” terangnya.
Biasanya dalam waktu 4-5 bulan ikan nila sudah bisa dipanen, tandasnya.
Sementara itu terkait pemasaran, Agung bersama anggota kelompoknya sepakat untuk menghindari tengkulak dan lebih memilih menjualnya langsung ke konsumen akhir.
“Kami sudah punya tim pemasaran sendiri untuk memasarkan melalui media sosial sehingga tidak bergantung kepada tengkulak karena sasaran kita adalah end user. Dari pihak kelurahan juga turut mempromosikan ke instansi lainnya,” akunya.
Dibandingkan ikan nila hitam, menurut Agung harga ikan nila merah lebih stabil, karena yang membudidayakan ikan nila merah terbilang masih sedikit.
“Satu kilogram ikan nila merah biasanya kami jual Rp.32 ribu langsung ke end user,” ucapnya.
Selain menjual ikan nila, Pokdakan Kampung Nila Slilir juga menjual paket budidaya ikan nila dengan sistem bioflok. Mulai dari kolam, pemasangan, instalasi, pengolahan air, dan tebar ikan.
“Untuk satu paket kolam diameter 2 meter dijual seharga Rp. 2,4 juta. Sedangkan diameter 3 meter Rp. 3,8 juta dan diameter 6 meter seharga Rp. 5,8 juta,” pungkasnya.( Djoko Winahyu)