Jawa Timur Mengalami Perubahan Ketinggian Permukaan Tanah
Ketua Grup Riset Geoinformatika FILKOM UB Fatwa Ramdani, D.Sc., S.Si., M.Sc.
Sabtu, 28 Maret 2020
.
MALANG ( Malangpariwara.com ) –
Beberapa daerah di Jawa Timur mengalami perubahan permukaan tanah. Hal ini berdasarkan hasil penelitian data satelit oleh Grup Riset Geoinformatika, Fakultas Ilmu Komputer Universitas Brawijaya (FILKOM UB).
Ketua Grup Riset Geoinformatika FILKOM UB Fatwa Ramdani, D.Sc., S.Si., M.Sc., mengatakan, perubahan permukaan tanah ini di Jawa Timur ada yang mengalami kenaikan dan penurunan, yang disebabkan karena faktor alami atau buatan.
.
Jika terjadi karena faktor alam maka perubahan yang terjadi skalanya kecil. Sementara perubahan karena faktor manusia justru menimbulkan dampak masif atau berskala besar.
.
Faktor manusia dikatakan oleh Fatwa, contohnya seperti pembangunan infrastruktur, industrialisasi, pembangunan dan pemakaian air tanah yang terjadi di bagian utara Surabaya dan Gresik.
.
Sementara penurunan permukaan tanah karena berada di daerah patahan lempeng bumi (karena faktor alam) terjadi di bagian Malang Selatan.
.
“Kondisi ini sudah divalidasi BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) yang menduga penurunan muka tanah yang terjadi di wilayah Surabaya karena eksploitasi air tanah. Penurunan permukaan tanah ini bisa berdampak negatif seperti banjir, longsor hingga robohnya infrastruktur,” jelas Fatwa.
.
Penurunan permukaan tanah ini dapat meluas karena tanah sifatnya continue bukan diskrit atau terpisah-pisah. Sehingga perlu ada kerjasama yang baik antara peneliti dan pemerintah dalam upaya mencerdaskan masyarakat dan meningkatkan kepeduliannya untuk menjaga kondisi lingkungan.
.
“Peneliti harus lebih banyak menyebarluaskan data dan informasi kepada masyarakat sebagai bentuk pencerdasan kontribusi pengabdian. Sementara itu pemerintah bisa menjalankan fungsi kontroling dan penegakan hukum yang baik,” katanya.
.
Fatwa menambahkan hukum mengenai perlindungan lingkungan atas dampak pembangunan sudah ada namun penegakan dan kontrolingnya masih lemah di Indonesia.
.
” Dimana pembangunan? , kenapa dibangun?, layak tidak dibangun? disitu harus jelas, bagaimana dengan kondisi tanah dan airnya. Kemudian kalo perlu pemerintah juga memberikan insentif kepada masyarakat atau pengusaha yang telah melakukan konservasi air tanah ataupun berkontribusi pada pelestarian lingkungan, “katanya.
.
Sementara itu bagi masyarakat dapat berpartisipasi aktif menjaga lingkungan dengan membuat sumur resapan, melakukan penghijauan di tingkat rumah tangga dan melakukan sistem pemanenan air hujan.
.
“Jadi kalau ada tanah kosong jangan di bangun tapi seharusnya ditanam pohon untuk menahan tanah dan air. Karena penurunan tanah itu sering kali terjadi akibat air di tanah menghilang dan beban di atas tanah bertambah. Memanen air hujan maksudnya jangan membiarkan air hujan langsung dibuang ke saluran drainase tapi dibiarkan masuk ke dalam tanah,” pungkas Fatwa.
.
Terpisah, Ir Bambang Irianto inovator Kampung Konservasi Air Glintung Go Green ( 3G ) mengatakan sangat sepakat dengan hasil penelitian para ahli dari Universitas Brawijaya ( UB ), karena dirinya telah melakukannya.
.
“Sejak 2013 saya sudah melakukan Gerakan Menabung Air ( water banking movement). Gerakan ini mendapat apresiasi pada Guangzhou International Award for Urban Inovation,” beber alumni F-Pertanian UB ini.
.
Dikatakan Ir. Bambang Ir yang saat ini konsen mereplikasi Kalpataru kategori pembina lingkungan ini, membangun Indonesia dari lorong lorong kampung, bahwa Gerakan Menabung Air bisa melalui model yang dikembangkannya, antara lain biopori standart, biopori jumbo, biopori super jumbo, biopori injeksi, parit resapan, bak kontrol resapan yang dipadukan dengan temuan Prof. Muh. Bisri tentang sumur injeksi.
.
“Manager Rumah Prestasi Glintung Go Green ( 3G ) ini menambahkan, selain penerapan Gerakan Menabung Air, gerakan penanaman tetap mutlak diperlukan dan dipadukan dengan ” rain harvesting” memanen air,” Pungkas Bambang Ir.(*) ( JKW )
.